Pidato Heidenberg (Pengantar Diskusi Muhammad Yamin)
https://pustokum.blogspot.com/2015/12/pidato-heidenberg-pengantar-diskusi.html
Pidato Heidenberg
(Pengantar Diskusi Buku Pembangunan Semesta Karya Muhammad Yamin)
Oleh : Muhtar Said
Universitas Heidenberg, menjadi saksi sejarah Soekarno
berpidato. Isi pidatonya itu, mengandung makna syiar Indonesia. Dia mengenalkan
Indonesian sebagai negara yang kaya raya, negara yang damai dan ramah kepada
siapa saja. Bahasa Jerman merupakan bahasa yang digunakan oleh Soekarno, karena
Universitas Heidenberg merupakan salah satu universitas agung di negara itu.
Jerman pada waktu itu (dan sekarang juga), merupakan pusat
peradaban, negara yang digdaya dengan perekonomian dan keahliannya dalam bidang
teknik. Soekarno datang ke Jerman bukan untuk menghabiskan anggaran Indonesia,
namun dirinya pergi ke Jerman dengan membawa misi, misi untuk mengenalkan
kekayaan alam Indonesia yang belum terjamah.
“saya berbicara disini sebagai wakil Indonesia. Tuan-tuan
telah mendengar suara Indonesia dari mulut saya. Saya harap tuan-tuan akan
berusaha untuk mempelajari dan mengenal Indonesia. Indonesia adalah sahabat
tuan-tuan. Saya harap supaya uraian saya menambah sedikit pengertian tentang
Nusantara yang terletak jauh diantara lautan teduh dan samudra Hindia dan yang
merupakan jalan besar Eropa dan Australia”[1]
Seperti biasa, “aungan” Soekarno saat berpidato, mampu
menghipnotis forum tersebut yang kebanyakan para mahasiswa dan cendekia yang
ada di Jerman. Pidato kenegaraan itu merupakan salah satu cara yang dilakukan
oleh Soekarno dalam melobi pihak Jerman untuk bisa menanamkan investasi ke
Indonenesia, karena Soekarno memberikan jabaran kepada Jerman terkait dengan
kekayaan Indonesia yang dikelilingi dua samudra dan dua benua.
Meskipun sebagai negara yang masih dalam membangun, [2] namun, Soekarno tetap
pasang muka tegak, tanda sebuah kesamaan dengan Jerman yang memang sudah
dikenal oleh banyak negara sebagai negara maju, karena mempunyai Sumber Daya
Manusia yang kuat. Begitulah gaya Soekarno, selalu menjaga kewibawaan bangsa
Indonesia dimata dunia.
Di hadapan mahasiswa
dan cendekia Jerman yang berada di
Universitas Heidenberg. Soekarno berani memposisikan Indonesia sebagai negara
yang sangat penting, bahkan memposisikan Indonesia berada diatas Jerman. “Jerman
diumpakan sebagai jantung Eropa. Kedudukan kami tidak kurang pentingnya,
mungkin juga kedudukan kami lebih penting lagi. Kami berada dipersimpangan
diantara dua benua dan dua samudra besar. Dan kami kaya raya, kaya raya sebagai
dalam cerita dongeng, walaupun baru hanya sedikit saja yang kami korek dari
kekayaan itu”.[3]
Soekarno ingin
memberikan posisi tinggi kepada bangsa Indonesia terhadap bangsa Eropa. Jerman
merupakan pusat peradaban pada waktu itu, namun Soekarno berani memposisikan
jerman dibawah Indonesia. Begitulah teknik lobi Soekarno, tidak mau menampakan bangsa Indonesia sebagai
bangsa pengemis.
Pidato Soekarno memberikan garis besar kepada dunia, bahwa
Indonesia merupakan negara yang kaya, mempunyai
kekayaan alam yang melimpah ruah, namun masih belum dimanfaatkan secara
besar, karena baru sedikit yang dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan.
Pidato Soekarno,
Pedoman Pembangunan
Muhammad Yamin, memberikan pemaknaan terhadap pidato
Soekarno. Pidato yang dilontarkan oleh Soekarno di Heindenberg itu, bisa
diartikan sebagai sindiran bagi rakyat Indonesia, untuk bisa mengelola kekayaan
yang dimiliki oleh Indonesia . Apabila sumber kekayaan itu bisa dikelola dengan
baik maka bisa dinikmati oleh bangsa Indonesia. Memang, kekayaan alam Indonesia
harus dapat dipergunakan sebagai pembangunan semesta. Supaya kesejahteraan
rakyat bisa meningkat, sehingga tercapailah tahapan-demi tahapan untuk membawa
bangsa Indonesia ke masyarakat sosialis Pancasila.
Yamin menginginkan pidato Soekarno saat di Hedenberg
tersebut sebagai acuan oleh Dewan Perancang Nasional untuk membuat kerangka
program, sehingga pembangunan tertata dengan sistematis.
Bagi Yamin, pidato Soekarno itu juga sekaligus memberikan
dorongan kepada bangsa Indonesia supaya bisa mengelola kekayaan alam milik
Indonesia. Namun, untuk mengelola itu semua terlebih dahulu, bangsa Indonesia
harus cerdas dan mampu memunculkan kreatifitas, sehingga pemikiran yang
inovatiif itu bisa digunakan untuk mengelola kekayaan alam yang dimilik oleh
Indonesia.
Untuk mengelola itu semua dibutuhkan orang-orang yang cerdas,
oleh karena itu pembangunan Sumber Daya Manusia haruslah diutamakan, supaya melahirkan
pemikir-pemikir baru yang berbau kekinian. Orang-orang Indonesia haruslah
cerdas dan mempunya pikiran pikiran baru untuk kemajuan bangsa.
“Presiden menandaskan dalam manipol 1959 itu kepada
pemimpin-pemimpin bangsa kita , bahwa revolusi kita tidaklah hanya meminta
sumbangan-keringat saja yang sebesar-besarnya, atau disiplin yang
sekokoh-kokohnya, atau pengorbanan yang seiklas-iklasnya, yang oleh pemimpin
kita itu selalu digembar-gemborkan kepada rakyat, tetapi juga tidak kurang pentingnya
ialah kebutuhan untuk menciptakan atau melahirkan pikiran-pikiran baru dan
konsepsi-konsepsi baru, justru oleh karena revolusi kita sekarang ini tak dapat
diselesaikan dengan menggunakan texbook-texbook yang telah usang. (Manipol
halaman 73).
Menjalankan negara memang tidak bisa terus menerus
tergantung kepada keiklasan setiap warga negara untuk terus memberikan
sumbangan kepada pemerintah. Oleh karena
itu pemerintah harus sudah memulai juga untuk membangun masyarakat itu sendiri.
Dengan membangun sumber daya masyarakat, diharapkan akan memunculkan
tokoh-tokoh baru sehingga estafet pembangunan terus bergulir. Sehinggga kekayaan
alam yang tidak tergarap dengan baik bisa digarap oleh cendekia-cendekia baru
yang memang lebih mumpuni dalam bidang disiplin maupun keahlian.
Untuk membangun itu semua maka dibutuhkan perancangan yang
matang tidak boleh membangun secara serampangan, karena sumber kekayaan
Indonesia dan sumber daya manusia itu sendiri saling berkaitan. Untuk itu
Depernas harus mengonsep proyek “A” dan
proyek pembangunan semesta nasional yang terencana.
Perencanaan pembangunan
yang dimaksud oleh Yamin itu bersumber pada pidato Soekarno di Heidenberg.
Yamin memberikan rumusan kepada Depernas
dalam membuat kerangka pembangunan yang bersumber pada pidato Soekarno, kedalam
proyek “A” dan “B”.
“Tanah air kita kaya raya” itulah kalimat yang diucapkan
oleh Soekarno, maka untuk menindak lanjuti perkataan Soekarno, maka Dipernas
harus mengonsep proyek A dan B dengan menjawab pertanyaan yang terlontar dari
kalimat Soekarno tersebut.
Kalimat Soekarno
|
Proyek A
|
Proyek B
|
Tujuan
|
Tanah Air kita Kaya raya
|
Bagaimana mengelola
kekayaan yang melimpah-limpah itu
|
Bagaimana kekayaan itu
dapat dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat
|
Supaya rakyat sosialis
pancasila dapat terbentuk, berkat beberapa tahapan pembangunan semesta
|
Proyek A merupakan proyek yang berbau dengan kecerdasan,
karena dalam proyek ini membutuhkan orang-orang yang mampu dan bisa menaksir
kekayaan Indonesia. Hal ini harus dilakukan supaya bisa memberikan target
pendapatan dam proyek B merupakan mekanisme untuk memenuhi terget yang telah
ditetapkan, sehingga proyek B itu seperti mengeksplotitasi potensi-potensi
kekayaan alam yang ada di Indonesia.
[1]
Muhammad Yamin, Pembangunan Semesta, hlm 1
[2]
Padahal pada tahun-tahun itu, di dalam Indonesia itu sendiri masih terjadi
gejolak masalah kepemilikan tanah, antara PKI dan golongan Agama. Ada konflik
sosial pada waktu itu, karena masih dalam proses pelaksanaan Undang-Undang
Agraria. Baca M. Alie Humaedi, dkk, Masyarakat Indonesia, Majalah Ilmu-Ilmu
Sosial Indonesia LIPI, Jilid XXXIV, No 1, 2008, Jakarta hlm 172
[3]
Ibid hlm 1-2