Srikandi-Srikandi Hukum di Indonesia
https://pustokum.blogspot.com/2016/06/srikandi-srikandi-hukum-di-indonesia.html
Srikandi, di Jawa digambarkan sebagai sosok perempuan
cerdas, mempunyai ilmu pengetahuan yang tinggi, tidak mau kalah dengan ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh kaum laki-laki.[1] Walaupun demikian, Srikandi
sangat menjunjung tinggi sopan santun, dia tidak sombong, meskipun mempunyai
keistimewaan melebihi laki-laki.
Dalam sejarah berdirinya Indonesia, Cut Nyak
Dien dan Kartini menjadi Srikandi-nya. Banyak kisah yang menceritakan mereka
adalah wanita tangguh, karena jiwa dan raganya hanya untuk kebebasan rakyat
Indonesia. Kisah mereka selalu menjadi pembicaraan dan juga menjadi motivasi
bagi perempuan Indonesia.
Tidak bermaksut melupakan dua kisah perempuan
hebat itu. Pasca kemerdekaan, Indonesia juga mempunyai srikandi-srikandi di
bidang hukum. Setidaknya ada lima srikandi yang patut menjadi sorotan saat ini, Kelima srikandi tersebut adlah, Karlinah Palmini Achmad Soebroto, Kartini
Muljadi, Poerbawati, Retno Wulan Soetantio dan Sunaryati Hartono. Mereka
berlima adalah srikandi-srikandi
dalam pergulatan hukum Indonesia, artinya punya cerita hebat dalam pergulatan
hukum di Indonesia..
Karlinah Palmini, hakim wanita yang pemberani,
karena berani membuat putusan kasasi yang sifatnya “melawan” orde baru, karena membebaskan
9 (Sembilan) terdakwa kasus pembunuhan aktivis perempuan Marsinah.[2]
Dalam kasus itu, ia berani menerapkan adanya saksi mahkota. Padahal, saksi
mahkota tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Penerapan saksi mahkota adalah terobosan hukum yang penting pada waktu itu.[3]
sungguh wanita yang pemberani.
Kedua, Kartini Muljadi. Pengacara sukses yang mampu
masuk dalam Asia Law Profile bidang Banking dan finance. [4] Sebelum
menekuni dunia pengacara, Kartini berprofesi sebagai seorang hakim. Kemudian
pada tahun 1950-an, ia beralih profesi menjadi seorang notaris dan juga dosen
di berbagi sekolah hukum di Jakarta. Sebagai seorang akademisi, tidak heran
jika dirinya pernah mengeluarkan buku yang berjudul “pedoman menangani kepailitan”. Pada tahun 2014, Masyarakat
Indonesia tercengang, ketika majalah forbes mencantumkan nama Kartini sebagai orang
terkaya di Indonesia no 29.[5]
Sungguh mengagumkan, perempuan yang pintar bermanuver, mengerti peta kehidupan,
sehingga bisa memilih jalur hidup yang tepat.
Perempuan yang ketiga bernama Poerbowati. Hakim perempuan yang selalu menutup
rapat-rapat pintu ruang kerjanya, karena ia takut jika ada tamu yang datang
kemudian memberikan dirinya hadiah. Kisah ini bukanlah pemanis belaka, namun
tertulis dalam bukunya Pompe, Supreme Court judge Poerbowati was said to
keep the door closed to all visitors, fearing the waould pamper her with gifts
that waould incur social liabilities.[6]
Melihat tingkah lakunya yang tegas, mungkin
akan terlihat aneh dimata rekan-rekannya. Namun ia sadar dengan posisinya
sebagai wakil tuhan di dunia. Sehingga ia menjaga kode etik profesi hakim,
supaya bisa memberikan putusan yang adil.
Keempat, hakim perempuan yang hampir sama dengan
Poerbowati yakni Retno Wulan Soetantio.merupakan salah satu dari lima perempuan
pertama yang lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) pada tahun
1956.
Retno Wulan Soetantio merupakan hakim agung
yang mempunyai trah Tionghoa.[7]
Walaupun demikian dirinya mampu bertahan, walaupun di tengah-tengah
diskriminasi etnis pada orde baru. Pribadinya yang bersih, membuat dirinya
beberapa kali dilibatkan dalam seleksi hakim agung.
Kelima adalah Sunaryati Hartono, kisahnya hampir
sama dengan Kartini Muljadi. Memulai karir sebagai hakim, kemudian pengacara,
dosen dan yang terakhir sebagi birokrat. Sunaryati, hidupnya selalu
berpindah-pindah. Bahkan disela-sela dirinya menjadi hakim, kemudian menjadi
pengacara ia tetap menyempatkan waktunya untuk mengajar di beberapa perguruan
tinggi hukum.
Sosoknya semakin
diakui sebagai seorang akademisi dan praktisi dengan beberapa karyanya.
Beberapa karyanya seperti “politik hukum
menuju satu sistem hukum nasional”, “ASEAN
cooperation in legal education”, “semangat
kebangsaan dan politik luar negeri Indonesia”, dan masih banyak karya yang
belum ditemukan oleh peneliti. Karya
adalah sebuah mahkota bagi seorang ahli di bidangnya.(tim Pustokum)
[1] Nasrudin Anshori, Neo Patriotisme : Etika Kekuasaan dalam Budaya
Jawa, Lkis, Yogyakarta, 2008, hlm 206
[2] Kompas 30 Desember 1995. Karlina pada waktu itu menjadi hakim
anggota bersama Tommy Bustomi sedangkan hakim ketuanya adalah Adi Andojo
Soetjipto. Marsinah aktivis buruh yang memperole penghargaan Yap Thiam
Hien,pada tahun 1993 dia diculik dan tiga hari kemudian jenazahnya ditemukan
dengan bekas penganiayaan berat. Sampai saat ini pembunuhnya belum ditemukan.
[3] Saksi Mahkota memang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana, namun pada tahun 2011, Mahkamah Agung membuat putusan No 2437
K/Pid.Sus/2011 “Walaupun tidak diberikan suatu definisi otentik dalam KUHAP mengenai
Saksi mahkota (kroongetuide), namun berdasarkan perspektif empirik maka Saksi mahkota didefinisikan sebagai Saksi yang berasal atau diambil dari
salah seorang tersangka atau Terdakwa lainnya yang bersama-sama melakukan
perbuatan pidana.
[4] Asia Law Profil tahun 2001
[5] Majalah Gatra 25 Februari 2015, Kartini adalah pemilik Tempo Scan
Graup. Kekayaannya per Desember 2014 mencapai US$ 1,1 milyar.
[6] S. Pompe, The Indonesian Supreme Court : A Study of Institutional
Collapse, Cornell Southeast Asia Program, 2005 hlm 339
[7] Hukum Online 24 Desember 2010, Retno Wulan dan Dora Sasongko
merupakan dua hakim agung perempuan yang mempunyai darah Tionghoa.