Romantik Revolusi Pembangunan, Menuju Sosialis Pancasila


Revolusi Indonesia dibangun dengan tetesan darah dimana mana, banyak korban bergeletakan di tanah Indonesia. Tanah Indonesia dipenuhi dengan darah yang mengalir dari para pejuang kemerdekaan. Kucuran air mata terus menetes, melihat para pahlawan berguguran di medan perang, di jeruji penjara dan di tempat-tempat penyiksaan yang dilakukan oleh bangsa penjajah.

Tangisan yang terus terdengar, rintihan sakit yang terus menggema, dan ceceran darah yang terus mengalir tidak menyurutkan api semangat para pejuang. Mereka berjuang atas nama bangsa, atas nama Tuhan dan bertujuan untuk membebaskan rakyat dari belenggu penindasan para bangsa penjajah.

Para rakyat dan para pejuang tidak pernah berhenti untuk melawan. Tidak takut luka, tidak takut nyawanya melayang. Bermodalkan semangat dan ikhlas mereka tetap menggelorakan perlawanan. Para santri dengan bermodalkan doa para kyai, bersenjatakan niat mereka terlibat dalam pertarungan dengan para penjajah. Itu semua untuk kemerdeka Indonesia.[1]

Perjuangan rakyat pada umumnya juga tidak kalah sengitnya dengan para santri. Mereka semua bersatu padu untuk mengusir penjajah dari negeri, dari tanah tumpah darah penduduk Indonesia. Meskipun melalui cara yang berbeda, ada yang menggunakan senjata dan juga ada yang menggunakan kekuatan pikir (diplomasi).

Semangat-semangat itulah yang harus diterapkan dalam membangun bangsa. Penjajah telah terusir dari bumi nusantara, sudah saatnya gerakan dikonsentrasikan untuk pembangunan semesta. Benar, perjuangan harus diarahkan untuk membangun, karena perang sudah tidak zaman. Namun, semangat saat perang dalam mempertahankan kemerdekaan tetap harus digunakan untuk melakukan pembangunan.

“Dalam zaman kolonial sampai hari proklamasi rakyat Indonesia menyelubungi  pergerakan kemerdekaan Indonesia dengan semangat romantik revolusi, yang tidak mengenal letih lesu dan jerit derita.”[2]

Semangat-semangat seperti itu harus dijadikan pegangan dalam memantik semangat pembangunan Indonesia. Indonesia sudah dibangun dengan susah payah oleh para pejuang yang merelakan darah dan nyawanya, maka generasi muda juga harus siap untuk membangun bangsa ini dengan semangat yang sama pula dengan para pejuang yang rela menghibahkan jiwa, tubuh dan pikirannya demi bangsa Indonesia.

Romantik revolusi, bukan bermaksud untuk menghanyutkan rakyat Indonesia dalam suasana masa lampu. Namun, romantik revolusi diharapkan untuk bisa memberikan semangat dan dorongan kepada para pemuda dalam membangun bangsa. Dalam membangun bangsa dibutuhkan sifat pejuang, tidak malas, namun para generasi muda juga harus punya visi dan misi sehingga pembangunan di negeri Indonesia bisa tercapai.

Pembangunan raksasa, landreform dan potensi nasional yang melimpah akan menjadi api di lautan revolusi pembangunan.[3]Bangsa Indonesia sudah mempunyai bahan, sudah mempunyai masyarakat yang cerdas, oleh karena itu akan menjadi dahsyat jika keduanya digabungkan dan dihinggapi oleh ruh-ruh revolusi. Berjuang membangun negara dengan memanfaatkan sumber-sumber alam yang dimiliki oleh Indonesia.

Membangun, tidak asal membangun, oleh karena itu romantik revolusi ruh pembangunan tersebut. Revolusi dulu untuk memerdekaan Indonesia dari penindasan, maka revolusi pembangunan saat ini juga harus mengentaskan rakyat Indonesia dari penindasan kemiskinan.

Oleh karena itu Dewan Perencanaan Nasional (depernas) harus mengetahui itu, dan segera membuat rancangan pembangunan dan memasukan ruh romantik revolusi dalam pembangunan itu. Sehingga negara tidak bekerja sendirian, tetapi masyarakat juga ikut bersama-sama dalam membangun.

Pembangunan yang sesuai dengan pidato Heidenberg dan semangat romantik revolusi itu adalah Bidang Mental/Rohani, Bidang Penelitian, Bidang Kesejahteraan rakyat, Bidang pemerintah, Bidang Produksi Pangan, Bidang produksi sandang, Bidang Produksi Industri, Bidang produksi perobatan, Komunikasi. [4]

Bidang-bidang itu harus dibangun dengan semangat romantik revolusi, semangat yang menyala-nyala. Api semangat tidak boleh padam dalam membangun beberapa bidang itu. Tidak ada kata lelah dan lesu demi kemajuan Indonesia.

Muhtar Said
Pegurus Pesantren Tanfidzul Qur’an Albarokah Semarang.
Tukang Sapu di Pusat Studi Tokoh Pemikiran Hukum.




[1] Ahmad Jengis Prabowo. Kebangkitan Islam.  Penerbit NFP Publising, Yogyakarta 2011 hlm 34
[2] Muhammad Yamin. Pembangunan Semesta. Penerbit Nusantara 1956 hlm 175
[3] Ibid Yamin
[4] Ibid yamin

Related

Materi Diskusi 4681450216316119541

Posting Komentar

emo-but-icon

WELCOME

NEWS

Kurikulum Sekolah Muhammad Yamin

Hot in week

Arsip

Kuliah Progresif

Alamat

item