Sapta Darma (Pledoi Muhammad Yamin atas Tuduhan Percobaan Kudeta 3 Juli 1946)
https://pustokum.blogspot.com/2015/12/sapta-darma-pledoi-muhammad-yamin-atas.html
Sapta
Darma
Pledoi
Muhammad Yamin atas Tuduhan Percobaan Kudeta 3 Juli 1946
3
Juli 1946, belum genap 1 tahun republik ini merdeka terjadi gejolak dari
kelompok oposisi Persatuan Perjuangan yang tidak setuju atas kepemimpinan
kabinet Sjahrir yang terlalu negosiasi dengan Belanda yaitu dengan nota jawaban
Sjahrir kepada Belanda yang hanya menuntut pengakuan de facto atas Jawa-Madura
yang dinilai lemah, kelompok oposisi ini menginginkan penguasaan terhadap
Repulik Indonesia ini secara 100% penuh. Gerak-gerik kelompok ini tercium oleh
pemerintah, maka pada tanggal 23 Maret 1946 ditangkaplah Tan Malaka, Mr. Achmad
Subardjo, Sukarni, dll dengan alasan disinyalir akan melakukan penculikan
terhadap anggota kabinet.
Kelompok
oposisi Persatuan Perjuangan ini kebanyakan diisi orang-orang yang tanpa
kompromi, berbeda dengan Soekarno, Hatta, Sjahrir,dll yang mengisi pemerintahan
yang untuk memperjuangkan sesuatu penuh dengan negosiasi, tentu bukan tanpa
alasan, pihak pemerintah menggunakan cara-cara kompromi dengan tujuan untuk
mengurangi pertumpahan darah, berkaca pada perang dunia yang baru saja berakhir
dengan tidak sedikit korban jiwa dan banyak infrastruktur yang hancur.
Benar
saja, setelah penangkapan beberapa pimpinan kelompok Persatuan Perjuangan
terjadi penculikan terhadap Sjahrir tepatnya pada tanggal 27 Juni 1946,
penculikan tersebut terencana dan berbekal surat penangkapan terhadap Sjahrir
dari Jenderal Mayor Soedarsono, Komandan Batalyon 63 dan disetujui oleh Kolonel
Sutarto, Panglima Divisi IV. Kepala Kepolisian sebenarnya mau mengklarifikasi
kebenaran surat tersebut kepada Jenderal Besar Sudirman dan Presiden Soekarno
namun Kolonel Sutarto meyakinkan bahwa surat tersebut sudah resmi jadi tak
perlu lagi klarifikasi. Dengan begitu Sutarto dan A.K Yusuf yang diperintahkan
Jenderal Mayor Sudarsono dengan lancar melakukan penculikan terhadap Sjahrir di
Hotel Merdeka.
Dengan
berbekal surat penangkapan tersebut pula penculikan Sjahrir terjadi tanpa
kekerasan, walaupun awalnya Sjahrir menolak dengan dalih rakyat masih
membutuhkannya, namun akhirnya Sjahrir dibawa oleh A.K Yusuf tentu bukan
seperti tawanan, namun dibawa dengan sopan. Atas penangkapan tersebut pada
tanggal 28 Juni 1946 Soekarno mengeluarkan maklumat N0. 1/1946 untuk mengambil
kekuasaan penuh atas Republik Indonesia sampai kabinet dapat bekerja dan
berjalan sebagaimana mestinya kembali, karena telah terjadi serentetan
peristiwa yang dianggap membahayakan keselamatan negara. Setelah mengeluarkan
maklumat Soekarno melalui pidatonya di RRI Yogyakarta meminta agar Sjahrir
dibebaskan;
“Ini Presidenmu! Kalau engkau cinta kepada proklamasi dan Presidenmu,
engkau cinta kepada perjuangan bangsa Indonesia yang insya Allah, de jure akan
diakui oleh seluruh dunia.
Tidak ada jalan kecuali. Hai, pemuda-pemudaku, kembalikanlah Perdana
Menteri Sutan Sjahrir yang engkau tawan di Negara Republik Indonesia yang kita
cintai. Sadarlah bahwa perjuangan tidak akan berhasil dengan cara-cara
kekerasan!,"
Pidato
Soekarno yang menggetarkan itu tak sia-sia, 30 Juni 1946 dini hari Sjahrir
diantar ke Yogyakarta dan diserahkan kepada ajudan Soekarno. Kisah rencana
penculikan tak berhenti sampai disitu, 3 Juli 1946 pagi direncanakan akan
terjadi penculikan terhadap Amir Sjarifoedin yang ketika itu menjabat sebagai
MenHan, namun upaya itu gagal. Di hari yang sama Jenderal Mayor Soedarsono
bersama Mr. Muhammad Yamin, Iwa Koesoemasoemantri, Chairul Shaleh, dan beberapa
orang dari kelompok Persatuan Perjuangan menghadap ke istana Kepresidenan untuk
mengajukan maklumat kepada Presiden Soekarno, namun Soekarno tak serta merta
menerima maklumat tersebut, dengan beberapa anggota kabinet yang beada di
istana Soekarno meminta waktu untuk berdiskusi dan menghasilkan bahwa menolak
maklumat tersebut dan dianggap percobaan kudeta terhadap pemerintah yang sedang
berkuasa kala itu.
Karena
dianggap mencoba melakukan kudeta maka dengan cepat Soekarno memerintahkan
untuk menangkap beberapa orang tersebut, lagipula yang bersangkutan sedang
berada di istana dan tidak bersenjata, maka barang tentu bukan hal yang sulit
untuk melakukan penangkapan. Mr. Muhammad Yamin, adalah tokoh intelektual
dibalik pembuatan maklumat yang akan diserahkan Jenderal Mayor Soedarsono kepada Presiden Soekarno yang isinya ada 4
maklumat, yaitu :
1. Presiden memberhentikan Kabinet
Sjahrir II
2. Presiden menyerahkan pimpinan
politik, sosial, dan ekonomi kepada Dewan Pimpinan Politik
3. Presiden mengangkat 10 anggota Dewan
Pimpinan Politik yang diketuai Tan Malaka
dan beranggotakan Muhammad Yamin, Ahmad Subarjo,
dr. Boentaran Martoatmodjo, Mr. R. S. Budhyarto Martoatmodjo, Sukarni,
Chaerul Saleh,
Sudiro,
Gatot, dan Iwa Kusuma Sumantri.
4. Presiden mengangkat 13 menteri
negara yang nama-namanya dicantumkan dalam maklumat
Yang
kemudian menjadi pertanyaan adalah mengapa kelompok oposisi Persatuan
Perjuangan tersebut sampai melakukan penyodoran maklumat kepada Presiden
Soekarno, padahal pentolan mereka (Tan Malaka) sedang berada dalam penjara.
Para tokoh kelompok oposisi Persatuan Perjuangan ini berisi orang-orang yang
kebanyakan adalah murid ideologis Tan Malaka, jadi tanpa gurunya (pimpinan)
mereka akan tetap mampu bergerak.
Atas
peristiwa 3 Juli 1946 tersebut mengakibatkan 14 orang sebagai terdakwa dan
diadili di Mahkamah Tentara Agung Yogyakarta mulai 8 Maret 1948 hingga 27 Mei
1948. Dalam persidangan Yamin mengadjukan pembelaannya yang diberi nama Sapta
Darma yang berisi tujuh dalil mempertahankan patriotisme Indonesia, yaitu :
I.
Setia kepada kemerdekaan
II.
Setia kepada pembentukan manusia merdeka
III. Setia
kepada Negara Republik Indonesia
IV. Setia
kepada rakyat dan kerakyatan
V.
Setia kepada tumpah darah Indonesia
VI. Setia
kepada bangsa Indonesia dan Nasionalisme
VII. Setia
kepada keselamatan dunia
Dalam
pembelaannya Yamin mengatakan bahwa Indonesia ini adalah Negara yanbg demokratis dan itu dijamin dalam
konstitusi UUD 1945 yang berarti kekuasaan berada ditangan rakyat, namun
bagaimana ketika sekelompok rakyat ini mengajukan maklumat malah ditangkap dan
ditahan, kalaupun maklumat tidak diterima seharusnya rakyat dipersilahkan untuk
pulang, dengan penangkapan tersebut berarti Negara telah membungkam rakyat dan
itu berarti melanggar konstitusi.