Sewaktu masih menjadi mahasiswa, di Semarang, aku sudah
sering mendengar nama Pak Otong, saudaraku, Awaludin Marwan (Luluk) sering
menyebut nama “Pak Otong” di depanku, di depan teman-temanku juga.
Kadang aku berpikiran buruk, ajian apa yang digunakan oleh
pak otong, sehingga lidah dan mulut Luluk sering menyanyikan lagu yang berjudul
“Pak Otong---Pak Otong---Pak Otong”. Aku-pun kemudian menanyakan kepada Luluk. “Mas, Pak Otong itu siapa to”, dengan
gaya santai dan muka melasnya Lulu menjawab “
Pak Otong itu kakaku, dia mempunyai pemikiran yang sama dengan kita, sama
dengan mbah guru kita, Prof. Satjipto”
Aku kaget mendengar jawabanya, di dalam hati, aku berguman “kakak darimana. Memang Mas Luluk punya kaka
yaa” begitulah guman polosku. Meskipun aku tidak melanjutkan pembicaraanku
dengan Lulu terkait Pak Otong, tetapi hatiku masih dirundung dengan rasa
gundah, ada rasa penasaran untuk mengetahui orang yang sering disebut oleh
saudaraku itu. Ada rasa untuk menyelidikinya.
Sherlock Holmes adalah film detektif kesukaanku. Untuk
menyelidiki Pak Otong, akupun mulai berpenampilan ala Sherlock Holmes, namun
Sherlok Holmes yang sudah aku modifikasi sendiri, bukan Sherlock Holmes ala
barat, melainkan ala Jawa.
Topi bulat yang sering digunakan oleh Holmes dalam film, aku
modifikasi dengan peci hitam, jas besar yang menjadi cirikhasnya, aku ganti
dengan sarung yang kubalutkan di tubuhku. Kemudian sebelum beraksi, aku duduk
bersila, berdzikir terlebih dahulu supaya hati bersih dan tenang.
Setelah tenang, aku buka dan nyalakan laptop, pasang modem,
kemudian buka Mozilla. Dengan tenang jari tanganku mulai menari diatas keybord laptop. Satu persatu sentuhan
tanganku membentuk kata “Xvideos”..lolololo
kok malah buka situs porno, dasar, begitulah jika alam bawah sadar menguasai
saya, huft...kebiasaan. Tulisan “Xvideos” aku hapus, kemudian aku ganti
dengan tulisan facebook dan klik “Otong
Rosadi” muncullah profilnya.
Setelah melihat foto profilnya, aku baru percaya, Pak Otong
adalah kaka dari saudaraku, Luluk. Karena wajahnya hampir sama, bulat, pipinya
tembem. Kemudian aku lihat lagi dibawah kepalanya yakni perut. Ah.....ini orang
memang kaka-adik, perutnya juga sama, buncit hehehehhehehe. Setelah itu aku-pun
sering kepo membaca
tulisan-tulisannya.
Dari beberapa tulisannya yang aku baca, aku sudah berani
menyimpulkan, Pak Otong adalah ahli dalam hukum tata negara. Sama denganku, aku
kan juga mau disebut sebagai ahli hukum tata negara hehehehehe...
Ketemu di Padang
Waktu terus berjalan, aku mulai melupakan rasa penasaranku
kepada “Pak otong”. Sebab aku tidak mau pikiran dan hatiku hanya untuk Pak
Otong, lebih baik aku memikirkan istriku daripada dirinya. Sudah, saya
benar-benar lupa dengan Pak Otong.
Pada waktu aku ke padang (kongres hukum tata negara), aku
masih lupa nama Pak Otong, padahal aku tahu dia menetap di Padang, seharusnya
aku hubungi dia. Udahlah, namanya saja lupa, yaaa ga ingat.
Acara kongres sudah selesai, kemudian aku kontak-kontkan dengan saudaraku Luluk,
yang pada saat itu berada di Belanda. Dia bilang “eh Gus, kamu ga sowan dengan Pak otong dia kan juga hidup di Padang”.
Mendengar kata-kata dari saudaraku itu, akupun mulai ingat
lagi, wajah imut Pak Otong mulai terbayang-bayang di dalam pikiranku. Tidak berlama-lama
kemudian aku sms dia, dan mengajaknya untuk bertemu. Sebenarnya aku agak geli
ketika membaca jawaban SMSnya, karena dia menjawab (kurang lebih), “silahkan mas main, namun aku agak malam
yaa, karena aku sidang pijat”
Membaca kata “pijat” otak kotorku mulai bermain, “wuaduh pijat plus-plus ckckckc”. Tapi okelah
aku singkirkan dulu otak kotorku, kemudian aku mulai bersiap-siap cari taxi
untuk menuju lokasi tempat tinggalnya.
Namun, sebelum keluar dari hotel, aku dapat SMS dari Pak
Otong. Dia menyuruhku untuk tetap di hotel, karena setelah pijat, aku akan di
jemput, baik sekali yaaa Pak Otong. Mobil kecilnya-pun sampai di depan hotel,
kemudian aku bertemu dengannya, sambutan senyum manis tertampak di depan
mukaku, serasa kita sudah akrab, padahal aku baru pertama kali bertemu
dengannya.
Di dalam mobil kemudian dia bercerita, dia habis pijat. Namun
bukan pijat plus-plus loochhh..aduh aku kecewa banget, padahal aku juga pingin
diajak pijat plus-plus hahaha.
Didalam mobil kamipun berbincang dengan canda tawa, ternyata
Pak Otong adalah orang Jawa, bahkan Jawanya lebih jawa daripada saya, karena
dia mengerti bahasa jawa, sedangkan aku tidak. Dasar, aku tidak menghargai
budaya leluhur.
Kemudian, aku dibawa ke Rumah Bantuan Hukum (RBH), rumah
pergerakan, ini sungguh seperti rumah Satjipto Rahardjo Institute (ke dua). Karena
disitu aku disambut dengan dalil-dalil hukum, filsafat, Tan Malaka, dan lain
sebagainya oleh teman-teman Pak Otong. Benar-benar ini rumah gerakan, disitu
ada Bang Wiendra, Mas Reza, Pak Julaidin dkk.
Benar-benar sambutan yang berkualitas, padahal secara umur,
mereka jauh diatas saya, namun posisi kita sama, yaa kita memang berbicara ilmu
pengetahuan, bukan berbicara umur. Debat ilmu pengetahuan-pun terjadi di RBH,
suasana menjadi panas, karena memang tidak ada pendingin, hampir saja aku mau
melempar cangkir yang ada di depanku, biar pecah, biar gaduh sekalian, tapi
setelah aku melihat di dalam cangkir ada kopinya, aku urungkan niatku, lebih
baik aku minum daripada aku buang sia-sia.
Kemudian kopi habis.
Pak Otong tahu keadaan aku memanas lagi, ketimbang cangkir pecah karena aku lempar, Pak
Otong dengan sifat kebapakannya mengajaku nongkrong di sebuah warung kopi, di
tengah kota Padang.
Pak Otong dengan lembut memandu saya untuk memilih minuman
tradisional Padang, Teh Telur. Akupun menurutinya, karena aku sudah merasa nyaman
dengan Pak Otong. Andai saja, malam itu Pak Otong menyuruh saya bunuh diri,
akupun akan melaksanakannya, karena aku sudah kadung tresno dengannya.
Begitulah cerita singkatku ketemu dengan Pak otong dan
nikmatnya terasa sampai sekarang. Akupun mulai mengetahui, kenapa saudaraku
Luluk menganggap Pak otong adalah kakaknya, karena memang Pak Otong itu
orangnya ngayomi. Saat itu juga, aku
sudah menganggap Pak Otong sebagai kakaku sendiri, meskipun dia tidak
menganggap aku sebagai adiknya hahahaha...
Pak Otong, aku tidak bisa memberikan hadiah dihari ultahmu,
aku hanyalah orang miskin, jadi tidak bisa memberikanmu apa-apa, aku hanya bisa
memberikanmu hadiah berupa doa. Selamat Hari Ulang Tahun yang ke 47 Pak Otong,
sehat dan sukses selalu, bisyafaati
rosulillah, alfatikhah
Salam Takdzim
Muhtar Said
Tebet, Jakarta