Mulyana W. Kusumah : Selamat dari Kejaran Orde Baru
https://pustokum.blogspot.com/2017/03/mulyana-w-kusuma-selamat-dari-kejaran.html
Oleh:
Mulyana
Wirakusumah, biasa dipanggil dengan nama Mulyana. Seorang aktivis yang melahirkan banyak karya
dan kader dalam bidang kepemiluan, aktivis kemanusiaan dan juga kriminolog.
Rabut panjang ikal dengan tubuh dilapisi dengan jaket kulit santai menjadi
cirikhas yang tidak terlupakan pada diri Mulyana. Rambutnya sudah tergerai
pajang sejak Mulyana mahasiswa.[1]
Mulyana
memang sudah “didesain” untuk menjadi seorang aktivis, ia lahir dari rahim
aktivis. Sikapnya yang berani dalam menegakan prinsip membuatnya disegani
banyak kalangan. Prinsip demokrasi ia tegakan tanpa pandang buku, bahkan kepada
seniornya sekalipun. Adnan Buyung Nasution pernah merasakan sentilan Mulyana
saat di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI),
saat pemilihan ketua YLBHI tahun 1993. Pada tahun itu Tahun itu Mulyana
merupakan kandidat kuat untuk menduduki Ketua Dewan Pengurus, Mulyana mendapat dukungan
dari LBH di berbagai daerah, secara sah Mulayana menjadi ketuanya, namun,
Buyung datang dari Belanda dengan gelar doktornya menjadi penghambat,
kemanangan Mulyana dibatalkan karena dewan penyantun memilih Buyung menduduki
tahta tersebut.[2]
Sejak
masih mahasiswa, Mulyana sudah sering menulis di media, Kompas menjadi sasaran
empuk tulisannya. Dalam waktu satu hari, Mulyana bisa mengetik tulisan 2-3
artikel,[3] semua itu dilakukan oleh
Mulyana karena dirinya membutuhkan honor dari artikel yang dimuat untuk
kehidupannya sebagai mahasiswa dan seorang aktivis.
Pada
tahun 1978, Mulyana masih mahasiswa, dia menulis di kompas dengan judul
“Kriminologi sebagai Kritisisme Sosial”. sebuah tulisan yang bernuansa neo marxsime. Tulisan ini merupakan
tulisan yang berani karena zaman itu suasana politik tidak mendukung untuk
hal-hal yang berbau marxisme, namun Mulyana tetap teguh untuk terus menyuarakan
apa yang ada dalam hatinya melalui tulisan.
Pada
tahun 1990an Mulyana oleh orde baru pernah dicap sebagai anggota Partai Komunis
Indonesia (PKI). Mulyana terus dicari-cari oleh tentara, rumahnya dikepung,
Mulayana tidak tertangkap karena dirinya sembunyi di dalam sumur.[4] Hanya untuk kebebasan
orang lain dirinya rela untuk hidup tidak tenang, kemerdekaan memang membutuhkan
pengorbanan.
Mulyana
bukan hanya sebagai seorang aktivis kemanusiaan saja, tetapi Mulyana juga
dikenal sebagai aktivis tentang kepemiluan. Dia mendirikan Komite Independen
Pemantau Pemilu (KIPP) pada tahun 1996, zaman di mana pembungkaman negara
terhadap para aktivis masih menjadi hal yang biasa, tetapi, Mulyana tidak
gentar untuk terus menyuarakan demokrasi, meskipun sudah banyak peristiwa yang
mengancam hidupnya namun Mulyana tetap istiqomah dijalur yang dikehendaki oleh
hati.
KIPP
ini dibentuk untuk menjadi pemantau pemilu di tahun 1997, hal itu dilakukan
supaya pelaksanaan pemilu bisa menjadi lebih bebas dan adil. Sebagai lembaga
swadaya masyarakat KIPP ingin melakukan pematauan pada pemilu karena kontrol
pemerintah pada penyelenggara pemilu pada waktu itu sangat dominan.
KIPP
berdiri dengan tidak mudah karena banyak serangan yang hadir, terutama oleh
orang-orang yang berasal dari pemerintahan karena memang suasana sosial politik
pada waktu itu belum menginginkan adanya demokrasi berkembang di republik
Indonesia. Mafia-mafia pemilu masih terus menginginkan Soeharto tetap bersemi
menjadi penguasa abadi Indonesia.
Teror
terus mengintai Mulyana, namun dirinya tetap teguh pada pendirianya sebagai
aktor yang terus mengampanyekan demokrasi sepenuhnya. Dan akhirnya perjuangan
Mulayana dan teman-temannya tercapai ketika Soeharto digulingkan dengan aksi
massa, demokrasi Indonesia-pun menapaki jalan baru.
Partai
politik-pun banyak bertumbuhan di era pasca reformasi untuk mengikuti pemilu.
48 partai politik ikut dalam pemilu pada tahun 1999. Meskipun partai politik
sebanyak itu, oleh Mulyana hanya dikelompokkan menjadi 5 golongan saja, yakni partai berbasis ideologi agama,
nasional demokrat, sosial demokrat, “kekaryaan” dan kelompok kepentingan.[5]
Banyak hal mengenai
jejak pemikiran Mulyana, baik saat sebagai seorang kriminolog, aktivis
kemanusian maupun seorang yang aktif dalam wacana dan pelaksanaan demokrasi di
Indonesia. Penelitian biografi pemikiran ini sangat penting untuk mencari rekam
jejak pemikiran dan tindakan Mulyana
[1] Diah
Kunthi Kusuma Wardhani Dkk, Dari Salemba UI ke Rutan Salemba, Profil Sederhana
Mulyana W. Kusama, tanpa tahun hlm 2
[2] Forum
Keadilan Nomor 24 Tahun IV 11 Maret 1996 hlm 23
[3] Ibid hlm
3
[4] “Kenangan
Adnan Buyung tentang Mulyana W. Kusuma” Tempo.Co Senin 02 Desember 2013
[5] Mulyana
W. Kusuma “ Intitusionalisme Demokrasi & Urgensi Perubahan Undang-Undang
Partai Politik” dalam Buku menata Politik Pasca Reformasi, KIPP, Jakarta 2000
hlm 28