TOR
Kerangka Acuan
Konferensi Pemikiran
Muhammad Yamin dan Soepomo
Bandung, 30-31 Oktober 2015
“Mengurai dan Merangkai
Orisinalitas Pemikiran Tokoh Hukum Indonesia”
A.
Latar Belakang
Soepomo, satu dari the founding fathers bangsa
Indonesia, jasa-jasanya untuk Indonesia tidak diragukan lagi, baik dalam bidang
kesenian,
pendidikan,
hukum adat, dan ketatanegaraan Indonesia.
walaupun demikian, pemikirannya juga masih menarik untuk diperdebatkan, karena
banyak hal yang mempengaruhi hidupnya. Terutama dalam hal pemikiran sistem
ketatanegaraan di Indonesia.
Konsep negara integralistik, merupakan
pemikiran Soepomo yang menjadi buah bibir di kalangan para pemikir maupun
politisi. padahal konsep negara integeralistik adalah konsep yang sederhana,
karena meniru gaya pemerintahan di Desa. Mengingat Pedesaan mendominasi wilayah
maka, alangkah baiknya sistem pemerintahan negara Indonesia meniru gaya
pemerintahan desa. Karena model pemerintahan desa adalah model kekeluargaan dan
kental akan nilai-nilai gotong royong.
“Kepala desa, atau kepala rakyat wajib
menyelenggarakan keinsafan keadilan rakyat, harus senantiasa memberi bentuk (gestaltung) kepada rasa keadilan dan
cita-cita rakyat. Oleh karena itu kepala rakyat “memegang adat” (kata pepatah
minangkabau) senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya atau dengan
kepala-kepala keluarga dalam desanya supaya pertalian batin antara pemimpin dan
rakyat seluruhnya senantiasa terpelihara..”[4]
Di Desa, kepala desa dijadikan sebagai bapak
untuk semua warganya. Kepala desa bukan hanya sebagai petugas adminitratif atau
bahkan petugas partai. Ingatlah, filosofi konsep negara Soepomo tidak pernah
memberikan ruang kepada golongan tertentu untuk mendapatkan keistimewaan dari
negara, meskipun golongan tersebut merupakan golongan yang mendominasi republik
Indonesia. Islam, merupakan golongan terbesar di Republik Indonesia, namun demi
terciptanya kesatuan, maka negara tidak boleh memberikan keistimewaan kepada
Islam. Dengan berdiri dan mendekatkan diri pada golongan tertentu, berarti
Indonesia telah menjauhkan dengan ide kesatuan.[5]
Tidak adil, Soepomo dibaca hanya lewat pidatonya
pada tanggal 31 Mei 1945, waktu yang menjadi saksi Soepomo membacakan negara
integralistik dalam sidang BPUPK. Membaca Soepomo harus komprehensif, baik
sebelum maupun pasca 31 Mei 1945. Karena dengan begitu akan mengerti gelombang
pergerakan dan perubahan pola pikir Soepomo.[6]
Perubahan cara berpikirnya terlihat ketika memasuki era tahun 50an.[7]
Sedangkan Muhammad
Yamin[8]
adalah terpelajar hukum dan pujangga yang lihai meracik sajak. Sebagai seorang Meester in de Rechten pada tahun 1932 di
Rechtshoogeschool te Batavia, ia juga menulis banyak puisi, skrip drama, novel,
dst yang menyuarakan kebesaran peradaban bangsa ini. Ia telah membuat, hukum
tak hanya sederetan pasal, melainkan sajak yang berdialog dengan rasa keadilan.[9] Ia
juga membuat bernegara bukanlah birokrasi yang kering.[10]
Meski
kiprahnya seringkali diliputi oleh kontroversi. Kehadirannya dalam sejarah
dihujat sebab penyulapan naskah pidato di Dokuritsu Zyunbi Tyoosokai atau Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan (BPUK). Bait-bait Pancasila yang dituduh
telah direkayasa membekaskan cibiran.[11]
Meski kiprahnya pada bangsa ini—lepas dari kesalahannya—begitu besar
kontribusinya.
Baginya,
sebuah sumpah adalah kesucian dari jiwa. Dalam sebuah goresan penanya, ‘Sumpah
Indonesia Raja,’ ia berdalih. Bahwa tiga kali bersumpah telah berkumandang.
Sumpah dilantunkan pada tahun 683, 1331 dan 1928.[12]
Sebuah sumpah yang berakar pada sejarah dan peradaban puncak. Sriwijaya,
Majapahit dan Indonesia.
Ia yakin
suatu saat, pasti Indonesia akan sampai pada titik puncak keemasan. Seperti
peradaban-peradaban sebelumnya nusantara. Imajinasi itu dibangun. Dibubuhkan
dalam sajak, tulisan, dan teks-teks lain dengan apik. Memang sejak muda, Yamin
sudah gemar menulis. Sebuah keunggulan tokoh nasional zaman dulu, mereka
menggoreskan penanya, disamping mengelola birokrasi dan aktivismenya.
Maka tak
heran, karya-karya bercita-rasa seni tingkat tinggi ditorehkannya. Karya-karya
dipahatnya seperti : ‘Kalau Dewa Tara Sudah Berkata’ (1932), ‘Ken Arok dan Ken
Dedes’ (1934), ‘Gadjah Mada’ (1948), ‘Sapta Dharma’ (1948), dst. Dari sekian
banyak buku-bukunya, termasuk buku serius membahas tentang teori hukum,
umpamanya ‘Proklamasi dan Konstitusi Indonesia’ dan ‘Konstituante Indonesia
dalam Gelanggang Demokrasi’, tak jarang diwarnai ornamen kata-kata sastra di
sudut-sudut kalimatnya.[13]
Dengan demikian, ia sebenarnya layak disebut sebagai pujangga hukum.
Sebagai
seorang pujangga hukum, produktivitasnya tak semulus yang dibayangkan. Tak
selamanya, ia bebas menulis. Lantaran mahlumat yang dituliskannya, ia harus
mendekam di penjara selama dua tahun. Maklumat itu dipandang oleh pemerintah
Soekarno sebagai sebentuk makar pada rejim status quo.[14]
Negeri tempatnya mengabdi, juga menitikan cerita pahit dalam perjalanan Yamin.
Menulis
perjalanan hidup Yamin dan pemikiran hukumnya adalah salah satu pekerjaan
membangun sejarah peradaban hukum di Indonesia. Majalah Tempo, pada tanggal 18
Agustus 2014, berjudul ‘Muhammad Yamin 1903-1962 Menciptakan Banyak Mitos
tentang Indonesia, ia pecinta Republik yang Keras Kepala. Bung Hatta
Menudingnya Licik. Ia Dipuja dan Dicela.’ Nyaris tak ada yang tersisa dari
cerita tentang Yamin. Semuanya sudah ditulis secara detail dan punya nilai
jurnalisme yang enak dibaca oleh majalah Tempo.
Upaya
berikutnya adalah melacak jejak pemikirannya dan peninggalannya di bidang
hukum. Melalui karya-karya yang telah dituliskannya, penelitian akan ditujukan
bagaimana menafsirkan dan menteoritisasikan karya Yamin itu. Usaha yang lain
adalah menulis tentang apa-apa saja yang belum diuraikan oleh majalah Tempo.
Seperti saat ia mengusulkan penguatan institusi parlemen.
Saat
Indonesia sedang ditempa oleh sisa-sisa politik etis, pada tahun 1939, ia
bersuara lantang. Ia ingin demokrasi dijalankan. Salah satunya menguatkan
kelembagaan parlemen. Tak pelak juga, bisa dikatakan ia mengamankan posisinya
sebagai anggota Volksraad. Namun dalil Yamin cukup rasional dan masuk akal.
Ia
berkata bahwa ‘maka boleh dikatakan pada waktoe ini seloeroeh pergerakan soedah
hidoep kembali dan teroes berdiri menghadapi tjita-tjita jang sama dan djelas,
jaitoe menoedjoe satoe Parlement.’ Parlemen sebagai lembaga yang menyalurkan
‘oesaha rakjat’ bagi Yamin. Cita-cita parlemen sudah menggelinding semenjak
Rafles dan John Leyden (1811). Maka tak akan disia-siakan saluran parlemen yang
ada untuk sarana perjuangan rakyat.[15]
Pengalaman
di parlemen pada masa kolonial, membuat Yamin tampil sebagai sosok yang
dinamis. Sedinamis tulisan-tulisannya, menjadikannya sebagai pujangga hukum
yang punya ciri yang makin berwarna. Pahit asam manisnya kehidupan telah
dilaluinya, di dunia birokrasi dan politik. Di bidang birokrasi, ia
berturut-turut menjadi menteri, seperti Menteri Kehakiman (1951-1952), Menteri
Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan (1953-1955), Menteri Urusan Sosial dan
Budaya (1959-1960), dan Menteri Penerangan (1962-1963).
Pujangga
hukum pun berkiprah di dunia politik dengan cukup gemilang di eranya. Pada
tanggal 21 Juli 1939, ia mendirikan Partai Persatoean Indonesia. Ia sendiri
menjabat sebagai ketuanya.[16]
Partai yang punya program di wilayah politik, sosial dan ekonomi.[17]
Partai ini mempunyai beberapa cabang, seperti: cabang Djakarta, cabang
Soekabumi, cabang Sibolga, cabang Medan, dan cabang Bogor.
Jejak
pemikiran dan pengalaman Yamin akan membawa banyak inspirasi bagi generasi saat
ini. Bagaimana dialektika hukum, kasusteraan, sejarah, politik, dst membaur
dengan harmonis dalam tubuh seorang negawaran. Yamin punya saripati
ketauladanan dalam bernegara, berhukum dan berpolitik.
Begitulah nasib seorang Tokoh, pemikirannya
selalu banyak dimaknai, bahkan diselewengkan. Namun, semakin banyak orang yang
mengartikan pemikirannya, maka semakin menarik untuk dikaji. Oleh karena sudah
selanyaknya Pusat Studi Tokoh Pemikiran Hukum (PUSTOKUM) dan Fakultas
Universitas Islam Bandung mengadakan konferensi Pemikiran Soepomo dan Muhammad
Yamin, sebagai upaya untuk mengurai dan mengembangkan orisinilitas pemikiran
tokoh hukum asli Indonesia.
B.
Tujuan Acara
1. Memetakan Pemikiran-Pemikiran Soepomo dan Yamin
tentang Hukum;
2. Mendiskusikan Konsep Pemikiran Soepomo dan Yamin
tentang Hukum;
3. Mendiskusikan Ide Pembangunan Hukum berdasar Konsep
Pemikiran Soepomo dan Yamin
C.
Agenda Dan Penyelenggaraan
Hari / Tanggal : Jumat – Sabtu, 30-31 Oktober 2015
Tempat : Unisba
D.
Call for Papers
Dalam Konferensi Pemikiran Soepomo
dan Muhammad Yamin ini dibuka call for papers dengan kententuan
abstrak haruslah pemikiran yang orisinal yang memuat judul, nama penulis, profesi penulis, latar belakang atau pendahuluan
paper, metode penulisan atau
penelitian, telaah teoretis, pembahasan singkat isi pokok-pokok materi, dan
sedikit kesimpulan dan rekomendasi.
Abstrak
memuat dua sampai empat kata kunci. Abstrak minimal 250 kata dan maksimal 300
kata. Abstrak akan diseleksi oleh panitia seleksi. Isu-isu yang diperkenankan
dalam penulisan abstrak adalah:
Setelah abstrak diterima, dan dapat Surat
Keputusan dari Direktur Eksekutif Pusat Studi Tokoh Pemikiran Hukum (PUSTOKUM),
peserta wajib mengirimkan full paper minimal 3000 kata dan mengirimkan uang pendaftaran (akan tercantum di dalam
SK).
Tema Call For Paper
1. Pemikiran Soepomo
a.
Pemikiran Konstitusional dalam Konsep Soepomo;
b.
Politik Hukum Soepomo
c.
Sejarah Pemikiran Politik Soepomo
d.
Hukum dan Negara dalam Perspektif Soepomo;
e.
Menceritakan Kembali Negara Integralistik;
f.
Melacak Pemikiran socio-legal dalam pandangan Soepomo;
g.
Melacak Konsep Hukum Adat Soepomo;
h.
HAM dalam kacamata Soepomo
2. Pemikiran
Muhammad Yamin
a.
Unitarianisme Negara dalam Pemikiran Yamin
b.
Politik Hukum Muhammad Yamin
c.
Sejarah Pemikiran Politik Yamin
d.
Sejarah “Geneologi” Pemikiran Hukum Muhammad Yamin
e.
Sistem Ketatanegaraan dalam pemikiran Muhammad Yamin
f.
HAM dalam kacamata Pemikiran Yamin
E.
Kontak Kami
·
Fakultas Hukum Unisba, Taman Sari No. 1 Bandung 40116 (022) 4205546 Pes. 107, 109 Fax (022) 4263895. Hp. 081322787044 (Dian)
·
Pusat Studi Tokoh Pemikiran Hukum (PUSTOKUM), Jl. Tebet Barat Dalam 1 I No 21 Jakarta
Selatan, Telp 021-96957075, Hp. 085640283987 (said)/
081901278148 (Luqman) Email : Pustokum@gmail.com. Web.www.pustokum.org
F.
Susunan Acara
Jumat, 30 Oktober 2015
Hari I
|
Waktu
|
Acara
|
Materi
|
07.00-08.00
|
Resgistrasi peserta
|
Tim tamu
|
08.00-09.00
|
Pembukaan
- Sambutan Ketua Panitia
- Sambutan Pembina Pustokum
- Sambutan Rektor/FH Unisba
- Sambutan Walikota Bandung
|
……………..
Agus
Santoso
|
09.00-09.15
|
Coffe break
|
|
09.30.11.30
|
Seminar Sesi I
- Rocky Gerung
- Prof. Dr. Saldi Isra, SH
- Wahyuni
Bahar
|
Moderator :
FH
Unisba
|
12.30-14.00
|
Ishoma
|
|
14.00-17.00
|
Seminar
Sesi II
1.
Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH,
2.
Prof. Dr. Hj. Mella Ismelina, SH.M.Hum
3.
Yudi Latif
4.
Agus
Santoso
|
Moderator
FH
Unisba
|
Sabtu, 31 Oktober 2015
Hari II
|
Waktu
|
Acara
|
Materi
|
07.00.08.00
|
Registrasi peserta
|
Tim penerima tamu
|
08.00-.11.00
|
Call for Paper
1.
Pemikiran Soepomo
1.
Pemikiran Konstitusional dalam Konsep Soepomo;
2.
Politik Hukum Soepomo
3.
Sejarah Pemikiran Politik Soepomo
4.
Hukum dan Negara dalam Perspektif Soepomo;
5.
Menceritakan Kembali Negara Integralistik;
6.
Melacak Pemikiran socio-legal dalam pandangan Soepomo;
7.
Melacak Konsep Hukum Adat Soepomo;
8.
HAM dalam kacamata Soepomo
2.
Pemikiran Muhammad
Yamin.
1.
Unitarianisme Negara dalam Pemikiran Yamin
2.
Politik Hukum Muhammad Yamin
3.
Sejarah Pemikiran Politik Yamin
4.
Sejarah “Geneologi” Pemikiran Hukum Muhammad Yamin
5.
Sistem Ketatanegaraan
dalam pemikiran Muhammad Yamin
6.
HAM dalam kacamata Pemikiran Yamin
|
Peserta call for papers
|
13.30-14.30
|
Sidang
Paripurna
- Pembacaan Kesimpulan dan Rekomendasi
- Doa
- Pembagian Sertifikat dan Procideng
- Menikmati indahnya kota Bandung
|
Panitia
|
Does your website have a contact page? I'm having trouble locating it but, I'd like to shoot you an e-mail. I've got some suggestions for your blog you might be interested in hearing. Either way, great website and I look forward to seeing it improve over time. barclays credit card login
BalasHapus