Post-Modern Mitos Baru
https://pustokum.blogspot.com/2014/12/post-modern-mitos-baru.html
Rasa-rasanya, membicarakan post-modern sama halnya terjebak dalam permainan ketidak-pastian. Ya, aliran post-modern hanya bermain pada wilayah kesadaran, tetapi tidak banyak menyoal persoalan epistemologik. Kesadaran yang berasal dari ratapan dan ketidak-mampuan manusia yang putus asa menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jean Francois Lytord (1984) dalam bukunya yang termasyur “The Postmodern Condition: A Report on Knowledge” pada akhirnya mengakui bahwa perkembangan teknologi telah mempengaruhi semua sisi kehidupan manusia, termasuk pengetahuan manusia. These technological transformations can be expected to have a considerable impact on knowledge. Its two principal functions – research and the transmission of acquired learning-are already feeling the effect, or will in the future.
Pertumbuhan teknologi dan ilmu pengetahuan telah melampaui kebutuhan manusianya. Demikian kira-kira, kegelisahan tak beralasan yang ditimbulkan oleh kalangan postmodern. Ketakutan pertumbuhan yang sangat cepat, di dukung dengan globalisasi, kapitalisasi, transisi dari masyarakat industrial ke masyarakat tranformatif mendudukan kekhawatiran pertumbuhan itu melupakan kemanfaatannya terhadap manusia yang menciptakannya. Padahal seharusnya proyek modernitas membebaskan manusia dari ketidak-berdayaannya terhadap kemampuan biasa menghadapi hidup, Kant menyebutnya pencapaian transendentalisasi jauh dari imanensi manusia. Sehingga manusia bisa mencapai tingkat yang paling tinggi. Kemampuan rasio inilah yang menjadi kunci kebenaran pengetahuan dan kebudayaan modern. Di samping Kant, sejarah kematangan kebudayaan modern ditunjukkan oleh Frederich Hegel. Melalui kedua pemikir inilah nilai-nilai modernisme ditancapkan dalam alur sejarah dunia. Kant dengan ide-ide absolut yang sudah terberi (kategori). Hegel dengan filsafat identitas (idealisme absolut) (Ahmad Sahal, 1994: 13). Konstruksi kebudayaan modern kemudian tegak berdiri dengan prinsip-prinsip rasio, subjek, identitas, ego, totalitas, ide-ide absolut, kemajuan linear, objektivitas, otonomi, emansipasi serta oposisi biner.
Bagaimana hanya proyek modernitas sains bisa berkembang dengan pesat, fisika umpamanya, pembaharuan fisika momentum menuju kuantum, pergeseran gaya berpikir newtonian terhadap konsepsi ruang dan waktu menuju ke persamaan energi dan massa E = mc2, di mana c adalah kecepatan cahaya dalam teori relativitas Einsten. Semua kemajuan hanya ditemukan pada modernitas, bukannya Jugen Habermas dengan tegas juga mengatakan bahwa: para modernitas, sebuah proyek yang belum rampung.
Konsepsi epistemologis post-modern yang belum jelas merupakan persoalan yang menurut saya cukup mendasar. Apalagi bekal yang dibawa kebanyakan pemikir post-modern adalah nihilisme, kekosongan, ketidak-teraturan, dst. Argues the Lyotard’s The Postmodern Condition is to be interpreted as a response to nihilism, especially in relation to the question of the legitimation of knowledge and the so-called crisis of narratives (Lyotard: 1984).
Kritik post-modern terhadap modern bukanlah gugatan ilmiah dan teoritik, melainkan lebih bersifat emosional. Ia tak membawa konsep yang jelas, hanya mengkritik konsep lama, tidak memperbaharuinya, dan hanya phenomenon politik saja yang melatarbelakangi kemunculannya, yakni perang dunia kedua, ketika pasukan si-Fuhler Adlof Hitler bertekuk lutut di hadapan sekutu.
Modernitas di tandai dengan banyak hal, tidak sekadar faktor politik saja. Mulai dari revolusi industri inggris, revolusi politik di Prancis, dan puncaknya di zaman pencerahan Jerman. Tradisi pemikiran barat pun berubah secara dramatis, yang semula berlandaskan konsepsi onto-teleologis, penegasian oposisi biner (jiwa-badan, subtansi-aksiden, transental-imanensi, positif-negatif, baik-buruk, boujuasi-ploretariat, eksistensi-esensi, dst) yang semula banyak di temukan pada kerangka berpikir Yunani Kuno, dan menganggap semuanya adalah satu realitas yang abadi, Allah. Pemikiran yang dimotori oleh Augutinus, Thomas Aquinas ini pada akhirnya dikecam oleh tradisi baru, renaissance Prancis, englightening Inggris, aufklarung Jerman.
Pergeseran paradigma, perlakuannya pada konsep ontologi-epistemologi-aksiologi, dan latar-belakang budaya politik sangat memungkinkan terjadinya perubahan. Tetapi perubahan yang bukan dipaksakan, melainkan perubahan yang telah menjadi keharusan. Hanya berbekal argumentasi yang lemah, post medern ingin melakukan subversi atas pemikiran modern. Unsur-unsur utama modernisme: rasio, ilmu dan antropomorphisme, justru menyebabkan reduksi dan totalisasi hakekat manusia. Memang benar, di satu sisi modernisme telah memberikan sumbangannya terhadap bangunan kebudayaan manusia dengan paham otonomi subjek, kemajuan teknologi, industrialisasi, penyebaran informasi, penegakan HAM serta demokratisasi. Namun di sisi lain, modernisme juga telah menyebabkan lahirnya berbagai patologi: dehumanisasi, alienasi, diskriminasi, rasisme, pengangguran, jurang perbedaan kaya dan miskin, materialisme, konsumerisme, dua kali Perang Dunia, ancaman nuklir dan hegemoni budaya serta ekonomi. Berbagai patologi inilah yang menjadi alasan penting gugatan pemikiran postmodernisme terhadap modernisme.
Sungguh menarik memperbincangkan post-modern, apalagi artikel Guru Ed, menggunakan semangat post-modern sebagai dasar ontologis untuk meracik post-gerakan mahasiswa. Apa post-gerakan mahasiswa itu mungkin, ditengah-tengah ketidak-jelasan konsepsi post-modern itu sendiri? Apakah postmodern dengan segala kecacatan etis dan teoritik tetap diterima dalam konstruksi pengetahuan, malah hanya akan menjadi asumsi yang diterima tanpa kritik?, bertujuan mengganti tradisi pemikiran lama dengan rasionalitas baru, tetapi terjebak dalam mitologi, sebab post-modern hanya diterima begitu saja.
Informasi yang tertulis pada: http://www.pustokum.org/2014/12/post-modern-mitos-baru.html
BalasHapusSangat menarik,,
Terima kasih gan,,sukses selalu..
Domino 99 | Domino99 Online