Republik Indonesia, watu itu masih muda, sehingga masih terus mencari jati dirinya. Selalu mengotak-atikformat terkait dengan model atau cara mensejahterakan rakyat. Format idela harus terus digali, mengingat bahan sudah ada, Indonesia tinggal mengelolanya. Untuk itu harus ada rencana yang lebih terperinci dan seimbang antara membangun sumber daya manusia dengan mengelola sumber daya alam.
Muhammad Yamin, menginginkan membangun keduanya dengan cara berbarengan, membangun sumber daya manusia itu penting, namun membangun sumber daya manusia juga tidak harus meninggalkan pembangunan (mengeksporasi) sumber daya alam. Model pembangunan yang seperti itu ada dalam kitab Pembangunan Semesta karya Muhammad Yamin.
Pembangunan haruslah terarah, menggunakan rencana yang terperinci, dan tentunya harus ada dasar (ideologi) untuk membangun. Membangun bangsa harus bersama-sama dengan semangat revolusi, semangat perjuangan yang dulu pernah dilakukan oleh bangsa dalam merebut kemerdekaan dan mempertahankannya.
Dalam buku Pembangunan Semesta itu, Yamin menginginkan pembangun itu bersumber dari pidato Soekarno saat dia di Heidelberg, sehingga pembangunan itu satu arah dan terencana sesuai dengan renca Presiden.
Untuk melaksanakan pembangunan yang berimbang itu, Pemerintah (melalui Muhammad Yamin) saat itu membuat Rancangan pembanguan semesta dituangkan XVII jilid kerja Depernas melalui ketetapan MPRS dan menjadi Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Muhammad Yamin yang menjadi kabinet di era Sukarno menekankan urgensi dari kebijakan pembangunan ini adalah: Untuk menepis rasa keraguan rakyat terhadap pemerintah dengan mengacu pada Ekonomi asas kekeluargaan,yang sesuai amanat UUD 45 pasal 33.
Yamin,yang saat itu menjabat sebagai menteri penerangan, memberikan penjelasana yang begitu detail. Dia membaca situasi politik pada waktu itu yang memberikan kesulitas-kesulitan untuk membuat kebijakan pembangunan, dimana kegagalan pada kebijakan masalah lalu, karena adanya ketidak-stabilan dari dalam maupun dari luar. Sehingga, Pembangun Semesta adalah suatu keharusan demi kesejahteraan Rakyat.
Di dalam buku ini juga Yamin meyakinkan kepada semua pihak, bahwa pembangun semesta mengarah kepada ekonomi sosialis bukan ekonomi liberalis, tentu saja Yamin mengacu pada amanat konsititusi.
Untuk merencakan pembangunan semesta itu Yamin, menginginkan adanya perusahaan Negara, agar Tanah, bumi, tenaga air dan pembanguanan listrik bumi, tambang, kehutanan, serta kekayaan perairan Indonesia.
Paket Pembangunan Depernas
Sebenarnya dalam Pembanguan Semesta dinamakan pemerintah adalah DPN (Dewan Perencana Nasional). Program yang dirancang oleh DPN merupakan hasil imajinasi seorang yang bernama Yamin.
Yamin memang seorang yang aneh, dan memang unik, Dewan Perencanaan Nasional singkatan aslinya adalah DPN. Namun Yamin mempunyai bahasa sendiri, Yamin memilih Depernas ketimbang DPN, karena lebih memiliki bahasa yang artisstik. Penggantian penyebutan singkatan Dewan Perencana Nasional itu juga disinggung oleh Soekarno dalam pidatonya dalam kuliah di UGM (21 Februari 1959)
”Dalam demokrasi terpimpin adalah blueprint , pola-pola pembangunan Dewan Perencana Nasional, tetapi yang oleh bapak Prof.Dr.H.Muhammad Yamin disingkatkan dengan cara, “romatis sekali”,disebutkan DEPERNAS. Depernas itulah pola not-nya.“ Jadi istilah “DEPERNAS” di-lembaga-kan oleh Yamin”.
Yamin juga menjelaskan dalam Kitab Buku Pembangunan Semesta tidak hanya kecepatan dalam sektor Ekonomi. Artinya multidemensional,yaitu meliputi:
1.Mental Rohani (Kebudayaan dan Pendidikan)
2.Penelitian
3.Kesejahteran Rakyat
4.Pemerintahan (Good Goverment)
5.Pembanguan Khusus
6.Pangan
7.Sandang
8.Industri
9.perobatan
10.Distribusi
11.Keuangan
Dalam Pembangunan semesta di bagi 2 yaitu Proyek A dan B. Apa yang di maksud dengan proyek tersebut? menurut penafsiran penulis, Proyek tersebut adalah untuk kemajuan daerah masing-masing.
Contoh Seperti Air Minum di daerah A, maka labanya untuk rencana pembangunan Kota A itu. Tidak berlaku di kota lain. Hal itu berlaku juga di Kabupaten, kewedanan (daerah) dan Kecamatan.Namun, yang lebih penting lagi, untuk melaksanakan pembanguna itu semua harus ada perusahaan Negara; yang dikuasai oleh Negara. Harus terdiri dari Tri-pola yang meliputi: Pola Proyek, Pola Pejelasan dan Pola Pembiayan.
Jadi peran DPN atau DEPERNAS sangat sentral sekali. Setelah rancangan yang tertuang seperti penulis sebutkan diatas,maka tidak ada satupun dari instansi manapun mengubah naskah yang telah di amanatkan oleh undang-undang.
FAHMI
Aktivis HMI Jakarta
Orang yang belajar nulis.