Pemikiran Hukum Soe Hog Gie



Soe Hog Gie (Gie) adalah sosok bergelimang ide. Terlalu sempit jika kita mengenal Gie melulu sebagai aktivis mahasiswa atau pendaki gunung. Gie dalam catatan hariannya tampil sebagai penggugat keadaan. Ia kuliah di jurusan Sejarah tapi menulis tentang politik, ekonomi, sastra, sosial, dan hukum. Tulisan demi tulisan bertebaran di kolom-kolom media massa. Dalam puluhan tulisannya ternyata Gie juga rutin menulis tentang hukum. Gie secara formal memang tidak mempelajari hukum, tapi ia menaruh perhatian terhadap persoalan hukum di Indonesia. Pergaulan dengan tokoh-tokoh intelektual membuat Gie tidak canggung membicarakn pelbaga hal. Dengan tokoh hukum, Gie akrab dengan pengacara kondang masa itu Yap Thiam Hien. Persinggungan dengan Yap menggiring Gie menulis dan membayangkan praktek berhukum di Indonesia.

Dalam satu sisi ada persamaan pemikiran antara Gie dengan Yap. Dua orang ini sama-sama menolak praktek hukuman mati. Kita dapat membuka kembali catatatan harian Gie yang dibukukan dengan judul Catatan Sang Demonstran (2011). Gie secara tegas menolak hukuman mati sebagaimana yang ia tulis dalam catatannya pada Minggu, 12 Juni 1960,”… hukuman mati adalah tidak adil. Hanya terhadap garong, perampok itu layak. Dan jiwa mereka telah begitu rusak selama tahanan. Ia tela seperti anjing yang patuh. Entah disiksa. Dan akhirnya ia dihukum mati. “ Gie mengkiritik keputusan Sukarno yang tetap menjatuhkan hukuman mati terhadap pelaku pelempar bom cikini, meski sang sang pelaku telah mengaku salah dan memohon pengampunan. Melihat kenyataan ini Gie mengatakan.” Lihatlah Gandhi. Pembunuhnya dimaafkan. Aku kira moral Presiden Sukarno itu tak lebih dari moral tukang becak.”  Gie selalu menjunjung kemanusiaan. Protes-protesnya terhadap peristiwa-peristiwa tak manusiawi tersimpan rapi dalam lembaran catatan hariannya.

Berjarak enam tahun kemudian. Yap Thiam Hien yang berperan sebagai pengacara terdakwa hukuman mati, Subandrio, dalam pledoinya menentang keras keberadaan hukuman mati. Yap mengatakan bahwa,”Menjatuhkan hukuman mati kepada seorang narapidana berarti “menutup pintu bagi kesempatan untuk bertobat, untuk memberi dharma baktinja, betapa ketjilpun djuga, kepada kemanusiaan” ( Yap Thiam Hien Pejuang Lintas Batas, 2013:201). Keputusan membela Subandrio yang telah menjadi musuh masyarakat tentu beresiko. Yap membela dengan mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan meski sang terdakwa adalah orang yang didakwa terlibat gerakan 30 September 1965.  Yap menolak hukuman mati meski itu dijatuhkan kepada orang yang telah menjadi musuh negara.

Pertemanan antara Gie dan Yap berlansung akrab dan hangat. Dalam catatan harian Gie selalu tertulis nama Yap. Obrolan bersama Yap sering membahas persoalan hukum mutakhir. Yap pun mengajak Gie untuk membuat sebuah majalah hukum yang bertujuan memberikan pendidikan hukum kepada publik. Pertemuan mengenai ajakan membuat majalah ditulis  Gie pada 19 Juni 1969,”Ia menawarkan saya untuk ikut mendirikan majalah baru… Dan ia harap agar yang muda-muda ikut mengasuhnya. “Kita sudah tua. Kita ingin memberikan sesuatu pada Indonesia dan generasi mudanya yang ingin meneruskan perjuangan ini. Mereka amat berani dan kurang ajar dalam menginjak-injak hukum. Mengapa kita tak boleh berbuat seperti mereka, tetapi dalam menegakkan hukum”, katanya dengan penuh amarah.” Majalah diperlukan untuk memberikan pendidikan hukum kepada publik. Majalah bakal disebar dan dijual dengan harga murah agar mudah terjangkau oleh masyarakat. Majalah ditujukan untuk meredam praktek pembodohan kepada publik. Majalah  bakal berisi tata-cara menghadapi persoalan hukum. Kita menduga gagasan sederhana dan bernas ini dapat mengisi kekosongan pemerintah dalam hal memberikan pendidikan hukum kepada masyarakat.
           
Gie menuliskan kembali soal pembahasan menerbitkan majalah hukum. Catatan  21 Juni 1969 mengisahkan Gie dengan Yap berdiskusi menentukan bentuk isi majalah. Gie menulis:

                “Maunya sebuah majalah yanga hanya membuat 4 hal:
1.       Soal-soal hukum positif, bagaimana kalau diapnggil polisi, jaksa dan hak-hak kita dalam menghadapi alat-alat negara.
2.       Soal surat-surat kiriman dengan nama/alamat terang “Kita juga harus berani dengan nama terang” katanya. Ia ingin agarhal-hal yang tidak beres disalurkan  melalui saluran-saluran hukum. Kalau semuanya telah gagal baru dimuat dalam majalah ini.
3.       Artikel-artikel yang mengenai pelanggaran terhadap hak-hak azasi manusia. mulai dari soal kamp konsentrasi sampai penahanan-penahanan yang lama.
4.       Meng-cover pengadilan orang-orang kecil. Yang tidak punya pembela dan dilupakan masyarakat.

        Yap berpendapat bahwa masyarakat telah haus akan soal-soal seperti ini. Ia bercita-cita menjual dengan semurah-murahnya dan perlahan-lahan menanamkan kesadaran hukum pada masyarakat.”

                Menerbitkan majalah hukum dapat menjadi sindiran kepada pemerintah yang gagal memberikan keadilan. Kesemrawutan hukum menjadi bidikan kritik-kritik Gie. Gie mempermasalahkan para tahanan yang terlantar dan para tahanan yang di penjara tanpa proses pengadilan. Melihat kenyataan ini Gie mengkritisi fakultas hukum dan mahasiswa hukum. Kita dapat menemukan kritik Gie terhadap fakultas dan mahasiswa hukum dalam esainya yang berjudul Seorang Dosen, Seorang Pengacara, Dan Seorang Mahasiswa (1969). Gie mengkritisi kebisuan para mahasiswa hukum dalam menanggapi persoalan hukum. Gie menulis:
               
                “Ada satu hala yang saya tidak mengerti tentang fakultas hukum di Indonesia (maafkan, saya tidak belajar hukum). Begitu banyak tahanan yang ada, yang terkatung-katung nasibnya di penjara. Dan ada begitu banyak mahasiswa fakultas hukum, beribu-ribu, dan hampir di tiap universitas (entah berapa ratus jumlahnya) mempunyai fakultas hukum. Apakah tidak sebaiknya, mahasiswa (paling tidak yang jurusan pidana) sebelum lulus, mereka harus mengurus sebuah perkara yang telah terkatung-katung berbulan-bulan atau bertahun-tahun di kota… Bagi saya lebih berguna mengurus perkara seorang tukang sayur yang diperlakukan sewenang-wenang oleh polisi daripada mengurus seminar besar yang tak dapat dilaksanakan… Ini hanyalah ide seorang mahasiswa yang tidak tahu tentang liku-liku hukum, namun melihat kenyataan sehari-hari.”


          Gie menginginkan mahasiswa-mahasiswa hukum melek dan ikut mengurusi persoalan hukum. Mahasiswa Hukum dapat memberi sumbangsih kepada masyarakat yang sedang terlilit masalah hukum dengan cara ikut mengadvokasinya. “Agar hukum, tidak menjadi teori-teori yang njlimet, pasal-pasal sekian, dan menjadi nomor-nomor mati dari suatu UU….” (Zaman Peralihan, 2005:180). Gagasan yang diajukan Gie tentang posisi mahasiswa hukum dalam melihat kenyataan hukum patut menjadi pertimbangan kita dalam memahami persoalan hukum. Keakraban Gie dengan Yap Thiam Hien membuat ia tampak fasih membicarakan persoalan hukum. Kita dapat menjadikan gasagan hukum Gie sebagai refleksi dalam memahami permasalahan hukum termutakhir.

Muhammad Yunan Setiawan
Mahasiswa Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Semarang (USM)

Related

Mulyana : Peneliti Bermental Komprador

Oleh Muhtar Said Orang-orang yang mempunyai latar belakang sebagai agen pembebas maka ia akan berbicara dengan kenyataan, bukan dengan kepalsuan. Mulyana Wirakusumah (Mulyana) sangat menyayangkan...

Mulyana W. Kusumah : Selamat dari Kejaran Orde Baru

Oleh: Muhtar Said (Peneliti Pustokum) sumber foto : tokoh kita Mulyana Wirakusumah, biasa dipanggil dengan nama Mulyana. Seorang aktivis yang melahirkan banyak karya dan kader dalam bida...

Jimly Asshiddiqie, Membangun Organisasi dengan Ilmu

Oleh : Muhtar Said Organisatoris sejati ternyata sudah menjadi maqom Jimly, apapun yang dijalankan oleh Jimly bisa dirasakan kharisma kebesarannya, meskipun lembaga yang dipegangnya itu tidak memp...

Posting Komentar

emo-but-icon
:noprob:
:smile:
:shy:
:trope:
:sneered:
:happy:
:escort:
:rapt:
:love:
:heart:
:angry:
:hate:
:sad:
:sigh:
:disappointed:
:cry:
:fear:
:surprise:
:unbelieve:
:shit:
:like:
:dislike:
:clap:
:cuff:
:fist:
:ok:
:file:
:link:
:place:
:contact:

WELCOME

NEWSHot in weekArsip

NEWS

Kurikulum Sekolah Muhammad Yamin

Arsip

Kuliah Progresif

Alamat

item