Mr. R. Sundoro Budhyarto
Martoatmodjo, salah seorang, pembuka profesi advokad di Indonesia, selain Besar Martakusuma, Ishaq, dan Sartono, ia juga tokoh kemerdekaan Indonesia. Aktor penting berdirinya Partai
Nasional Indonesia (PNI). Bersama Soekarno, Anwari, Sartono, Iskaq Tjokrodisurjo
dan Soenario membangun PNI secara bersama-sama pada tahun 1927 di Bandung.
PNI merupakan organisasi politik
yang menginginkan imperialism belanda hengkang dari tanah nusantara. PNI
dijiwai dengan nasionalisme radikal, simbolis dan tanpa banyak berfikir. Sundoro juga mempunyai
Sifat-sifat radikalisme dan menolak imperalisme Belanda, sifat ini tertanam
sejak ia menempuh Messter in de Rechten
(MR) di Leiden Belanda.
Saat belajar di Negeri Belanda,
dirinya bergabung dengan Perhimpunan Indonesia (PI). Sebuah organisasi yang di
dalamnya banyak orang-orang idealis dari Indonesia, Soepomo dan Hatta pernah
bahu membahu memperjuangkan Indonesia di Negeri Belanda, melalui PI. Begitu
juga dengan Sundoro semestinya.
Universitas Leiden Belanda dan PI
telah membentuknya menjadi pejuang kemerdekaan. Menjadi aktivis, sudah barang
tentu menjadi aktvis kemerdekaan pada zaman itu adalah barang langka, karena
berhadapan dengan kematian. Imperialisme Belanda dan facisme Jepang tidak akan
mentolerir gerakan-gerakan yang dibuat oleh para aktivis.
Membayangkan Kehidupan para aktivis
pada saat itu pasti dihinggapi dengan rasa was-was,
dunia ini terasa mencekam, tidurpun tidak nyenyak,
karena dihantui dengan intel-intel ratu Belanda atau militer Jepang. Konsekuensi yang harus ditanggung oleh
seorang aktivis.
Perjuangan memperebutkan
kemerdekaan yang dilakukan oleh Sundoro, menjadi sirna hanya karena perbedaan
pendapat dengan Sjarir, yang kala itu menjadi perdana menteri. Orang-orang yang
tidak sependapat dengan Sjarir membuat maklumat yang kemudian diserahkan kepada
presiden Indonesia, Soekarno.
Maklumat itu didasari dengan
ketidaksenangan hasil perundingan dengan Belanda dan Inggris, dimana wakil
Presiden Hatta mengumumkan hasil resmi perundingan, kedaulatan Indonesia hanya
di Jawa dan Sumatera.
Sebagai seorang pejuang kemerdekaan
Indonesia, Sundoro jelas tidak menghendaki hal itu, karena tidak bisa mencapai
Indonesia merdeka 100%. Sundoro dan teman-temannya seperti Yamin, Sudarsono,
Subardjo dan lainnya mengadakan rapat di Rumah Sundoro.
Konon, hasil dari rapat di rumah
Sundoro menjadi maklumat bersama yang pada intinya menentang kabinet Sjarir,
karena tidak bisa menjalankan amanat revolusi yakni merdeka 100%. Dari sinilah
kemudian selimut hitam menutupi sinar terang Sundoro sebagai pejuang
kemerdekaan. Karena dengan mengikuti rapat dan rumahnya dijadikan tempat rapat
maka ia didakwa telah melakukan makar pada pemerintahan yang sah.
Baciro Gambir, Yogyakarta.
Benar-benar menjadi saksi bisu dan juga menjadi misteri kepunahan Mr. R. Sundor
Budhyarto Martoatmodjo, sebagai aktivis perjuangan kemerdekaan. Sejak itu ia
lebih dikenal dengan tokoh politik yang melakukan makar pada pemerintahan yang
sah, sehingga namanya tenggelam dalam sejarah “kepahlawanan” Indonesia.
Sayang, begitulah kata yang patut
terucap jika kisah dan pemikiran Mr. R. Sundoro Budhyarto Martoadmodjo tidak
terdokumentasikan dalam bentuk tulisan maupun buku. Negeri ini harus mengerti
siapa Budyarto, dan pemikirannya. Supaya tidak menjadi ahistoris.