Mr. R. Sundoro Budhyarto Martoatmodjo
https://pustokum.blogspot.com/2015/03/mr-r-sundoro-budhyarto-martoatmodjo.html
Oleh: Muhtar Said[1]
Mr. R. Sundoro Budhyarto
Martoatmodjo, salah seorang, pembuka profesi advokad di Indonesia, selain Besar Martakusuma, Ishaq, dan Sartono, ia juga tokoh kemerdekaan Indonesia. Aktor penting berdirinya Partai
Nasional Indonesia (PNI). Bersama Soekarno, Anwari, Sartono, Iskaq Tjokrodisurjo
dan Soenario membangun PNI secara bersama-sama pada tahun 1927 di Bandung.
PNI merupakan organisasi politik
yang menginginkan imperialism belanda hengkang dari tanah nusantara. PNI
dijiwai dengan nasionalisme radikal, simbolis dan tanpa banyak berfikir.[2] Sundoro juga mempunyai
Sifat-sifat radikalisme dan menolak imperalisme Belanda, sifat ini tertanam
sejak ia menempuh Messter in de Rechten
(MR) di Leiden Belanda.
Saat belajar di Negeri Belanda,
dirinya bergabung dengan Perhimpunan Indonesia (PI).[3] Sebuah organisasi yang di
dalamnya banyak orang-orang idealis dari Indonesia, Soepomo dan Hatta pernah
bahu membahu memperjuangkan Indonesia di Negeri Belanda, melalui PI. Begitu
juga dengan Sundoro semestinya.
Universitas Leiden Belanda dan PI
telah membentuknya menjadi pejuang kemerdekaan. Menjadi aktivis, sudah barang
tentu menjadi aktvis kemerdekaan pada zaman itu adalah barang langka, karena
berhadapan dengan kematian. Imperialisme Belanda dan facisme Jepang tidak akan
mentolerir gerakan-gerakan yang dibuat oleh para aktivis.
Membayangkan Kehidupan para aktivis
pada saat itu pasti dihinggapi dengan rasa was-was,
dunia ini terasa mencekam, tidurpun tidak nyenyak,
karena dihantui dengan intel-intel ratu Belanda atau militer Jepang. Konsekuensi yang harus ditanggung oleh
seorang aktivis.
Perjuangan memperebutkan
kemerdekaan yang dilakukan oleh Sundoro, menjadi sirna hanya karena perbedaan
pendapat dengan Sjarir, yang kala itu menjadi perdana menteri. Orang-orang yang
tidak sependapat dengan Sjarir membuat maklumat yang kemudian diserahkan kepada
presiden Indonesia, Soekarno.
Maklumat itu didasari dengan
ketidaksenangan hasil perundingan dengan Belanda dan Inggris, dimana wakil
Presiden Hatta mengumumkan hasil resmi perundingan, kedaulatan Indonesia hanya
di Jawa dan Sumatera.
Sebagai seorang pejuang kemerdekaan
Indonesia, Sundoro jelas tidak menghendaki hal itu, karena tidak bisa mencapai
Indonesia merdeka 100%. Sundoro dan teman-temannya seperti Yamin, Sudarsono,
Subardjo dan lainnya mengadakan rapat di Rumah Sundoro.
Konon, hasil dari rapat di rumah
Sundoro menjadi maklumat bersama yang pada intinya menentang kabinet Sjarir,
karena tidak bisa menjalankan amanat revolusi yakni merdeka 100%. Dari sinilah
kemudian selimut hitam menutupi sinar terang Sundoro sebagai pejuang
kemerdekaan. Karena dengan mengikuti rapat dan rumahnya dijadikan tempat rapat
maka ia didakwa telah melakukan makar pada pemerintahan yang sah.[4]
Baciro Gambir, Yogyakarta.
Benar-benar menjadi saksi bisu dan juga menjadi misteri kepunahan Mr. R. Sundor
Budhyarto Martoatmodjo, sebagai aktivis perjuangan kemerdekaan. Sejak itu ia
lebih dikenal dengan tokoh politik yang melakukan makar pada pemerintahan yang
sah, sehingga namanya tenggelam dalam sejarah “kepahlawanan” Indonesia.
Sayang, begitulah kata yang patut
terucap jika kisah dan pemikiran Mr. R. Sundoro Budhyarto Martoadmodjo tidak
terdokumentasikan dalam bentuk tulisan maupun buku. Negeri ini harus mengerti
siapa Budyarto, dan pemikirannya. Supaya tidak menjadi ahistoris.
[1]
Peneliti Pusat Studi Tokoh Pemikiran Hukum
[2] R.E. Elson, The Idea of Indonesia : Sejarah Pemikiran dan Gagasan, Pt. Serambi
ilmu Semesta, Jakarta, 2008 hlm 235. Sebelumnya didalam buku ini juga
ditulisakan, bahwa pemikiran PNI adalah alam pikiran ningrat jawa konservatif,
hierarkis, dan tidak punya filosofi yang jelas.
[3] Kedekatan sejarah antara PNI dan
PI itu tidak bisa disangkal karena orang-orang PI seperti Sundoro, Sartono,
Gatot Mangkupraja, Samsi dan lain sebagainya juga ikut andil dalam mendirikan
PNI. Pemikiran-pemikiran PI banyak diadopsi oleh PNI, maka ada juga yang
mengatakan bahwa Hatta juga mempunyai andil dalam ideology PNI, karena dirinya
dulu pernah menjadi ketua PI. Ketertarikan Hatta terhadap PNI juga pernah ia
tulis dalam sebuah artikel “Derap
Langkah Baru” yang kemudian dimuat di Indonesia
merdeka, yang pada intinya memuji PNI telah berhasil membawa kesadaran pada
massa dan menggerakan massa untuk berdiri di belakangnya. lihat Wawan Tunggul
Alam, Demi Bangsaku : Pertentangan
Sukarno vs Hatta, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 203, hlm 42.
[4] Iwa Kusuma Sumantri menjelaskan
pada waktu itu (peristiwa 3 Juli 1946, ada sekitar delapan ratus orang
ditangkap. Diantar orang sebayak itu yang didakwa berjumlah empat orang.
Termasuk Sundoro. Pada sidang ini Yamin membuat pledoi yang mengatakan bahwa
Indonesia adalah negara demokrasi sehingga dia tidak bisa dituduh karena
berbeda pendapat dengan pemerintahan. Baca M. Yuanda Zara, Peristiwa 3 Juli 1946 : Menguak Kudeta Pertama dalam Sejarah Indonesia,
Medpress, Yogyakarta 2009 hlm 226.