Persamaan Ketatanegaraan Majapahit dengan Republik Unitaris Milik Muhammad Yamin ( Sebuah Cerita tentang Gadjah Mada)

Sumber gambar : www.portalsejarah.com
Gadjah Mada
Sosok misterius, mungkin begitulah penyematan yang tepat bagi kehidupan Gajah Mada sebelum terkenal sebagai patih Kerajaan Majapahit. Terdapat beberapa referensi dan cerita rakyat dari beberapa daerah, namun semuanya masih tafsir yang belum jelas dan akan menimbulkan perdebatan panjang, sehingga para sejarawan nusantara sampai saat ini belum menyepakati mana yang benar.[1]
Dalam bukunya Muhammad Yamin menyiratkan bahwa awal kehidupan Gajah Mada masih sangat gelap dan belum mendapat cahaya yang sangat terang. Bukan hanya cerita dari aliran sungai Brantas dengan aliran begitu deras dan sekeliling yang begitu indahnya pada awal abad ke-14 berdarah rakyat Gajah Mada dilahirkan, namun juga cerita dari tanah pulau dewata, menurut kepercayaan orang Bali dalam Kitab Usana Jawa, Gajah Mada dilahirkan di Pulau Bali Agung dan pada suatu ketika nanti berpindah ke Majapahit. Gajah Mada tidaklah beribu-bapak, melainkan terpencar dari dalam buah kelapa, sebagai penjelmaan Hiang Narayana[2] ke atas dunia. Mungkin sastrawan pada zaman itu melupakan asal-usul Gajah Mada, seorang hebat yang pernah hidup di bumi nusantara.
Gajah Mada meniti karir dari bawah di tahun 1319 sebagai prajurit Bayangkara Kerajaan Majapahit. Di tahun yang sama pula situasi di Kerajaan Majapahit sedang Keruh, banyak pegawai yang berkhianat dan terjadi pemberontakan sehingga mengharuskan sang raja Sri Jayanegara harus mengungsi, dalam pengungsiannya yang berangkat pada malam hari hanya diikuti oleh 15 orang Bayangkara dimana waktu itu Gajah Mada sedang bertugas dan memangku jabatan sebagai bekel yang mengepalai prajurit Bayangkara tersebut.[3]
Sebagai seorang pemimpin mengharuskan Gajah Mada untuk berani dan bijaksana dalam memutuskan sesuatu demi keselamatan sang Raja. Dalam pengungsian tersebut diceritakan ada seorang Bayangkara yang ingin ijin untuk pulang, namun Gajah Mada mencegahnya dengan alasan dikhawatirkan akan membongkar rahasia tempat persembunyian.
Sepekan berlalu, Gajah Mada meminta ijin untuk kembali ke keraton untuk melihat situasi. Sesampainya di keraton Gajah Mada menyampaikan kabar bahwa sang Raja telah mati dibunuh oleh pemberontak, semua orang yang mendengar cerita Gajah Mada bersedih, kemudian Gajah Mada bertanya dengan tenang kepada orang dikeraton bahwa bagaimana kalau Majapahit ini dipimpin oleh seseorang dari pemberontakan? Semua menjawab tidak mau dan dengan tenang kemudian Gajah Mada menceritakan bahwa sang Raja baik-baik saja, kemudian Gajah Mada mengambil tindakan untuk membunuh para pemberontak.
Berkat keberanian dan jasanya Gajah Mada diangkat menjadi patih di daerah kekuasaan Majapahit. Hingga suatu saat ketika Prabu Jayanegara sakit maka seorang dokter bedah bernama tanca dipilih Gajah Mada, namun ternyata terselip dendam dalam hati Tanca yang sakit hati karena isterinya pernah di goda sang Prabu, maka bukan penyembuhan yang dilakukannya melainkan pembunuhan terhadap sang Prabu, dengan sigap gajah Mada membunuh Tanca karena kesetiaannya kepada sang Prabu.
Sepeninggal Jayanegara tidak ada putra mahkota untuk menggantikannya, maka puncak pimpinan jatuh kepada putrinya yaitu Tribhuana Tungga Dewi. Diceritakan oleh Muhammad Yamin suatu ketika Mahapatih Majapahit waktu itu Arya Taddah menderita sakit dan untuk berjalan saja seolah tidak mampu, maka beliau mengusulkan untuk Gajah Mada menggantikannya, namun hal tersebut tak disetujui langsung. Baru setelah Gajah Mada memadamkan beberapa pemberontakan ia diangkat menjadi Mahapatih Majapahit.

Penggambaran Yamin terhadap Gadjah Mada
Dalam susunan Ketatanegaraan Majapahit posisi Gajah Mada sangatlah istimewa, sebagai Mahapatih ia tidak hanya duduk dalam badan pemerintahan yang bersusunan rapi, namun juga dia dapat menggerakkan bagian-bagian badan itu untuk kemajuan negara dan bagi kepentingan rakyat.
Perlu diketahui bahwa pemerintahan Majapahit terbagi atas bagian bawahan, tengahan dan atasan. Bagian bawahan dijalankan oleh susunan persekutuan adat di seluruh nusantara, seperti desa di Pulau Jawa. Desa yang beribu-ribu banyaknya itu menyusun diri sendiri secara adat dan mementingkan kepentingan negara. Bagian tengahan dilaksanakan oleh Bupati dan Patih, baik di darat dan pesisir. Ada juga raja-raja daerah yang masuk dalam wilayah Majapahit. Sedangkan bagian atasan adalah pemerintah pusat yang berkedudukan di ibukota kerajaan Majapahit. Di puncak pemerintahan itu duduk diatas singgasana seorng Prabuyang menjunjung kedaulatan negara dan rakyat.[4] Sistem pemerintahan inilah yang kemudian ditiru oleh Muhammad Yamin dalam mengkonsep negara yang berbentuk Unitaris (Pusat, Daerah dan Persekutuan Desa).[5]
Muhammad Yamin menceritakan bahwa sang Prabu menjadi ketua dalam sidang mahkota, yang dinamai Saptaprabu (ratu yang tujuh), dalam sidang ini bermula terdiri dari 7 orang keluarga sang prabu dan permaisuri, namun pada waktu pemerintahan Hayam Wuruk, anggota ditambah 2 orang sehingga sidang dihadiri oleh 9 orang. Sidang Mahkota mengurus uurusan keraton dan keluarga Maharaja. Di sekeliling sang Prabu untuk membantu pemerintahan terdapat pula Badan Pemerintah yang empat.[6] Mahapatih Gajah Mada jugalah yang menjadi panglima tertinggi dalam urusan peperangan.
Jasa lain dari Gajah Mada adalahia meminta untuk mengumpulkan beberapa surat piagam dan menyuruh membaharui yang sudah tua, sehingga aturan undang-undang tidak hilang dilupakan begitu saja. Pengadilan juga disusun sedemikian rupa sehingga memuaskan rasa keadilan bagi anak negeri. Untuk memutuskan suatu perkara diturut aturan hukum adatseperti yang dilazimkan dalam suatu daerah, dengan mengindahkan bukti undang-undang tulisan dan menurut putusan pengadilan. Hakim mendapat kedudukan yang tiggi, dimana langsung dibawah sang Prabu. Tak hanya piawai dalam angkat senjata, Gajah Mada juga mahir dalam ketatanegaraan dan Hukum dibuktikan dengan ia menyusun sendiri kitab undang-undang yang berlaku di Majapahit.
Seperti itulah gambaran sosok Gajah Mada menurut Muhammad Yamin, Gajah Mada seorang yang dari kalangan bawah meniti karir dari nol hingga sampai menjadi orang nomor dua di suatu negara. Yamin mengemasnya secara apik dalam suatu tulisan sehingga pembacanya dapat mengalir seolah memasuki zaman Kerajaan Majapahit. Kemahiran sastra Yamin tak didapat secara instan, sejak kecil Yamin menunjukkan minat yang besar terhadap ilmu, terutama bahasa, sejarah dan hukum. Tak hanya membaca buku bacaan Yamiin juga melahap teks apa saja, bahkan koran pembungkus makananpun ia lahap.[7]
Namun penggambaran kisah hidup Gajah Mada hampir mirip dengan kisah hidup Yamin, dimana Yamin terlahir di bumi Andalas dan dari keluarga biasa hingga nantinya menjadi seorang yang berpengaruh terhadap republik ini. Yamin juga menjadi sosok yang kontroversial, dalam hal ini adalah klaimnya terhadap penggambaran sosok Gajah Mada yang mengaju pada penemuannya terhadap sesosok kepala manusia yang berbentuk seperti celengan kemudian ia memastikan bahwa itu adalah sosok Gajah Mada, tak bisa dipungkiri juga bahwa sosok kepala itu adalah berbentuk bulat dengan dahi lebar dan pipi tembem sangat mirip dengan dirinya. Dengan mudah ia menghasut para pelajar dengan buku karyanya mengenai sosok Gajah Mada, tak bukan karena waktu itu Yamin menduduki posisi sebagai Menteri Pendidikan. Walupun sekarang ada beberapa yang mematahkan keyakinan Yamin tersebut seperti Aris Agus Munandar dalam bukunya mengenai penggambaran yang berbeda terhadap Gajah Mada, namun patut diapresiasi niatan Yamin untuk memunculkan tokoh Gajah mada yang legendaris waktu itu untuk menumbuhkan nasionalisme dan rasa persatuan di masa umur republik ini masih muda.

David Bayu Narendra
Peneliti PUSTOKUM









[1] Nurul Asmayani dalam bukunya menceritakan bahwa “Tidak banyak keterangan mengenai kelahiran Gajah Mada, hanya tahun kelahirannya saja yang diketahui banyak orang, yaitu pada tahun 1299, tentang siapa orang tuanya tidaklah diketahui”. Nurul Asmayani, Gajah Mada Pemersatu Nusantara, Penebar CIF, Bandung, 2011. Hlm. 3. Dalam Lontar Babad Gajah Mada halaman 12a menyebutkan tentang kelahiran Gajah Mada, terdapat kalimat yang berbunyi On Cri Cakra Warsa Jiwa Mrtta Yogi Swaha, itu adalah candrasengkala yang menyebutkan tahun 1221 Saka atau 1299 Masehi.
[2] Narayana dalam pewayangan dikisahkan Narayana adalah nama kecil dari Sri Kresna yang juga titisan sang Hyang  Wisnu sebagai stithi (pemelihara) yan bertugas menjaga dan melindungi dunia.
[3] Muhammad Yamin, Gajah Mada, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 26
[4] Ibid. Lihat hlm. 35
[5] Baca Muhammad Yamin. Proklamasi dan Konstitusi. Bagian pertama.
[6] Badan Pemerintahan yang Empat itu adalah :
1.       Maha manteri yang Tiga (Menteri Katrini), yaitu manteri Hino, manteri Sirikan dan manteri Halu
2.       Lima Serangkai Majapahit (Panca Ring Wilwatikta), yangterdiri atas Rakyan yang Empat dan seorang Mapatih. Lima serangkai Majapahit ialah Kemanterian Negara dibawah pimpinan Gajah Mada
3.       Darmajeksa yang Dua, yaitu Kepala agama Buda dan Syiwa, Rakawi Prapanca, pengarang yang mahsyur adalah Darmawangsa bagian Buda (kasogatan)
4.       Upapatti yang Tujuh (Saptapapattri), yaitu lima orang pemeget agama Syiwa (Triwan, Kandamuhi, Manghuri, jambi dan Pamwatan) dan dua orangpegawai agama Buda. Upapatti bersidang mengurus agama, upacara, candi, pedikan desa dan segala hal kerohanian
Ibid. Hlm. 36
[7] L.R. Baskoro,dkk, Seri Buku Tempo “Muhammad Yamin, Penggagas Indonesia yang dihujat dan dipuja”, Gramedia, Jakarta, 2015, hlm. 42

Related

Materi Diskusi 8839743218325394054

Posting Komentar

emo-but-icon

WELCOME

NEWS

Kurikulum Sekolah Muhammad Yamin

Hot in week

Arsip

Kuliah Progresif

Alamat

item