Muhammad Yamin, Perumus Ikrar Pemuda (Biografi Singkat)


Jamin (nama kecil Muhammad Yamin). Anak manusia yang lahir jauh sebelum negeri ini merdeka, tepatnya pada tanggal 23 Agustus, 113 tahun yang lalu, suara tangisan anak manusia terdengar memecah keheningan malam.

Ya... keheningan malam itu seakan terpecahkan dengan suara tangisan bayi, ketika hampir semua orang sudah terlelap dalam peraduan, tak tanggung-tanggung suara tangisan itu juga menandakan waktu pergantian hari yaitu jam 24.00.

Sawah lunto, sumatra barat menjadi tempat dimana Jamin dilahirkan, dari rahim seorang ibu yang bernama siti sa’adah, dan ayah yang bernama Usman. Ayah Yamin bekerja sebagai seorang mantri kopi (koffiepakhuismeesteer)[1], adapun mantri kopi bertugas sebagai inspektur mutu[2] sekaligus sebagai pengawas gudang-guang Kopi.[3]

Sebagai seorang ulama, Usman melakukan syiar agama ‘bermubaligh’ hingga kepelosok, tentu hal ini berpengaruh terhadap masa kecil Yamin, ketika teman-teman Jamin menikmati masa kecil dengan pelukan kasih dari kedua orang tuanya, hal yang berbeda justru dirasakan oleh Jamin. Dari kecil dia diasuh oleh kakaknya yang bernama Muhammad Yaman.

Perubahan nama dari Jamin menjadi Yamin bukan tanpa alasan, perubahan tersebut berawal ketika Yamin selesai menempuh pendidikan di Rechtshogeschool, perubahan nama tersebut dengan alasan agar bercorak internasional.[4] Meski demikian Yamin sendiri mengawali pendidikan di sekolah melayu dan sekolah Bumi Putera Angka II. Disatu sisi ada sekolah lain yang juga ada di Sumatera yaitu Sekolah Dasar Angka I, yang dalam perjalanan waktu sekolah tersebut dirubah menjadi HIS.

Bagi Yamin hal tersebut merupakan suatu ketertarikan tersendiri, dengan digantinya Sekolah Dasar Angka I menjadi HIS, maka hal tersebut menjadi dorongan bagi Yamin untuk pindah sekolah yag sebelumnya di Bumi Putera II pindah ke HIS. Dalam menempuh pendidikan, perjalanan Yamin tidaklah berjalan mulus sebagaimana siswa-siswalainya, ketika dia sekolah di Hollandshe School[5] atau disingkat dengan HIS, Yamin membutuhkan waktu 9 tahun, padahal umumnya untuk bisa menamatkan sekolah tersebut hanya dibutuhkan waktu 6-7 tahun.

Setelah menyelesaikan pendidikan di HIS, Yamin memulai pengembaraan di Jawa, dia memilih melanjutkan ke Sekolah Dokter Hewan di Bogor, namun pilihanya itu tak bertahan lama. Yamin kurang tertarik dengan permasalahan hewan dan penyakitnya, karena itulah Yamin memilih untuk pindah ke sekolah pertanian (landbouwschool) yang juga di Bogor. Meski Yamin memiliki ketertarikan yang kuat terhadap sastra, bahasa dan politik, namun disekolah pertanian ini Yamin tetap menyelesaikan pendidikan menengahnya hingga Tamat.

Ketertarikan Yamin terhadap bahasan dan sastra mendorong Yamin untuk melanjutkan sekolah ke Surakarta tepatnya di Algemmene Aiddelbare School (AMS) Bagian A1 dengan jurusan Oostersch Letterkundige (Sastra Timur). Disekolah ini Yamin menamatkan pendidikanya tepatnya pada tahun 1927, hal yang sukup riskan kala itu yaitu usia Yamin yang sudah  mencapai 24 tahun, pada jaman itu, dengan usia 24 tahun sudah dianggap cukup tua  karena rata-rata orang yang menamatkan pendidikan di AMS berusia 19-21 tahun.

Pengembaraan Yami di Jawa tidak berhenti disitu, setelah selesai menamatkan didikanya di AMS, Yamin menamatkan pendidikanya di Jakarta  yaitu di Sekolah Tinggi Hukum (Rechts hooge school), Yain adalah angkatan ke-3 dari RHS Jakarta, karena pada tahun 1924 RHS Jakarta baru dibuka. Dengan dibukanya Rechts hooge school  di Jakarta, hal ini merupakan trobosan baru, dimana pada generasi sebelumnya, untuk bisa sekolah Hukum, maka harus pergi ke Belanda (Leiden).

Disekolah ini Yamin mempu menyelesaikna studinya selama 5 tahun, tepatnya pada tahun 1932 Yamin lulus dan mendapatkan gelar “Meester in de Rechten”, Yamin muda dikenal sebagai seorang yang individualis dan nasional patriot, atas dasar itulah pada saat itu jarag ada partai politik yang mau menerima Yamin sebagai anggotanya.[6]

Langkah Yamin Dalam Organisasi

Pada abad ke-20, kondisi geo politik Hindia Belanda mulai memiliki berubahan, saat itu semangat kebangsaan sudah mulai muncul, dengan berdirinya Jong (perkumpulan). Langkah Yamin dalam dunia organisasi diawali dari keikutsertaanya di dalam Jong Sumatanen Bond[7]. Di organisasi inilah Yamin memulai gerakanya sebaga seorang aktivis. Pada 1923 Jong Sumatanen Bond mwngadakan lustrum yang pertama, pada momen itulah Yamin mendapat kesempatan untuk berpidato dan mengemukakan gagasanya yang berjudul “De Maleische Taal In Het Verleden En Ini De Toekomst” (Bahasa Melayu dimasa lampau, sekarang dan masa datang). Apa yang dilakukan oleh Yamin, ini merupakan suatu gerakan mendobrak keheningan pemikiran kaa itu, bahkan pidato Yamin ini dianggap sebagai salah satu pidato revolusioner di kalangan Jong Sumatanen Bond, karena dalam pidato ini timbul suatu gagasan tentang rencana kelahiran bahasa kebangsaan.

Selain itu, Yamin juga menyokong suatu gagasan mendirikan majalah kebudayaan yang diberi nama “Malaya” guna merebut hati penduduk pelayu di Jazirah Malaka[8]. Gerakan kedaerahan menjadi suatu gerakan baru menuju gerakan nasional, tidak hanya pemuda sumatera saja yang mebuat gerakan kedaerahan, di belahan nusantara lain juga ada Jong Java, Jong Bataksbond, Jong Islamieten bond, serta gerakan-gerakan kedaerahan yang lain.

Seiring dengan berjalanya waktu, gerakan kedaerahan ini pada akhirnya menjadi embrio dari gerakan nasionalisme di Hindia Belanda. Tahun 1926 menjadi titik awal lahirnya persatuan antar pemuda di Hindia Belanda, tepatnya pada 30 April – 2 Mei 1926 berlangsung sebuah pertemuan pemuda terbesar di Hindia Belanda yang kemudian dikenal dengan Kongres Pemuda pertama di Hindia Belanda dengan hasil yang cukup menggembirakan yaitu ditetapkanya bahasa persatuan yaitu bahasa melayu. Berselang satu tahun dari itu tepatnya tanggal 20 Februari 1927 , dilakukanlah pertemuan Pemuda untuk yang kedua kalinya, pertemuan ini membahas tentang fusi, organisasi kepemudaan daerah yang ada. Namun karena proses fusing yang terkesan sangat lama dan berlarut-larut akhirnya pemuda –pemuda Bandung mendirikan perkumpulan Jong Indonesia tahun 1927.

Dengan berdirinya Jong Indonesia itu, menjadi kiblat baru bagi pemuda-pemuda daerah lain, sehingga Jong Java serta organisasi lain juga menghendaki adanya fusi tersebut. 27-28 Oktober 1928 menjadi hari paling bersejarah dalam hidup Yamin, dalam acara Kerapatan Besar Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) di Jakarta, Yamin menyampaikan pidatonya yang berjudul “Dari Hal Persatoean dan Kebangsaan Indonesia”. Dengan sangat optimis dan gaya orasi Yamin cukup memikat hadirin sekalian.

Hasi dari rapat besar tersebut, Yamin memberikan konsep perumusan resolusi yang dia namakan sebagai “Ikrar Pemuda” dan dia serahkan kepada Sugondo Joyopuspito pada hari senin 28 Oktober 1928 yang berbunyi:

Pertama  : Kami Poetra dan Poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedua     : Kami Poetra dan Poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga     : Kami Poetra dan Poetri Indonesia menjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.[9]

Konsep pemiki pada resolusi tersebut menurut Yamin lebih elegant, yang lebih menariknya lagi adalah Sugondo Joyopuspito sangat yakin dengan apa yang disampaikan oleh Yamin tersebut dan membubuhkan parafnya dan menuliskan kata setuju dibagian bawah kertas.[10] Sungguh hal yang sangat unik dan luar biasa.

oleh
Muhammad Hazan Muaziz





[1] Jabatan sebagai seorang mantri kopi kala itu bukanlah jabatan yang rendahan, meskipun tidak begitu tinggi juga. Jika kita sedikit mengulas tentang bagaimana sumatra barat  menjadi salah stau sentra penghasil kopi pada masa kolonial Belanda, maka tidak akan lepas pula terkait dengan monopoli yang dilakukan oleh pemerintah Belanda terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan mengenai hasil perkebunan kopi. Kala itu orang-orang Belanda dan eropa lah yang bisa menjalankan bisnis didunia kopi, entah itu pemasaran atau bahkan pengangkutan. Berbicara tentang kopi di Sumatera Barat, maka tidak dapat dilepaskan dengan salah satu tokoh pribumi yang menjadi orang pertama dalam memegang monopoli pengangkutan kopi. Dengan kemampuanya tersebut dia dapat memasukan siapapun (terutama anggota keluarganya) untuk ikut serta menjadi salah satu bagian dari proses panjang distribusi kopi dari tanah jajahan di Sumatera Barat hingga ke Belanda. Baca: Azizah Etek, 2007, koto gadang masa kolonial, yogyakarta: LKIS, hlm. 144.
[2] Jika saat ini lebih dikenal dengan quality control pada perusahaan-perusahaan. Profesi inilah yang sebenarnya cukup berpengaruh terhadap keluarga Yamin, dimana pegawai-pegawai inilah yang nantinya akan muncul menjadi orang-orang terhormat dengan gelar yang relatif baru (sekitar tahun 1840) meski dengan kekuasaan yang relatif masih terbatas. Beberapa dari mereka  ada yang mengirimkan anak-anak mereka untuk melanjutkan sekolah dan diperkenalkan dengan orang-orang Belanda melalui jaringan yang dibentuk dari profesi sebagai mantri kopi. Baca: Tsuyoshi Kato, adat minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah, Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 100
[3] Restu Gunawan, 2005, muhamad yamin dan cita-cita persatuan indonesia, yogyakarta: ombak, hlm. 8
[4] Tjiptoning, dalam ibid
[5] Dalam pendidikan yang ada di Hindia Belanda pada awal abad ke-20, corak pendidikan lebih condong menggunakan sistim budaya belanda, dengan adanya sekolah-sekolah yang berjenjang, sebenarnya hal ini telah ada sejak abad ke-19, tahapan-tahapan dalam sekolah tersebut  pada sekolah dasar disebut dengan “Europeesch Lagre School (ELS) dengan lama masa pendidikan yaitu 7 tahun. Untuk tahapan sekolah menengah bernama (Hollandsch Burger School (HBS) dengan lama pendidikan yaitu 5 tahun, selain itu HBS merupakan salah satu sekolah dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Tidak hanya berhenti disitu, pemerintah kolonial kala itu juga membentuk sekolah dengan bahasa belanda sebagai bahasa pengantar dengan siswanya yaitu orang-orang pribumi, sekolah-sekolah tersebut yaitu “Hollandsch Inlandche School (HIS) lama pendidikanya yaitu 6 tahun. HIS ini merupakan sekolah dasar, sedangkan untuk jenjang yang lebih tinggi yaitu jenjang menengah Pemerintah Belanda membagi menjadi dua yaitu “meer uitgebreid lager onderwijs (MULO) dengan lama pendidikanya yaitu 3 tahun, dan dilanjutkan dengan “Algemeen Middelbare School (AMS) dengan lama pendidikan yaitu tiga tahun juga. Selain itu pada bentuk yang kedua yaitu sekolah yang ditujukan bagi pendidika desa dengan menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar yaitu “Tweede School” atau sering disebut dengan “Onko Loro”. Baca: Ki Supriyoko, 2005, Pendidikan Multikultural Dan Revitalisasi Hukum Adat Dalam Perspektif Sejarah, jakarta: departemen kebudayaan dan pariwisata, hlm. 306
[6] Abd Kadir, dalam Op. Cit, hlm. 13
[7] Jong Sumatanen Bond didirikan pada 9 Desember 1917 di Jakarta. Pendiri Jong Sumatanen Bond adalah para mahasiswa yang berada di Jakarta, tujuan didirikanya Jong Sumatanen Bond adalah untuk mempererat persaudaraan dan kesatuan para pemuda yang berasal dari Suatera. Baca: M Junaedi, 2010, Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan, Jakarta: Mitra Aksara Panaitan, hlm. 114.
[8] Mardanas Safyan, 1985, Prof, Dr, Bahder Djohan: karya dan pengambdianya, jakarta: Proyek IDSN, hlm. 45. gagasan tentang pembuatan majalah ini sebenarnya telah tegagasan oleh Dr. Bahder Djohan dan Hatta pada tahun 1920, namun gagasan tersebut mendapat tantangan dari golongan tua Jong Sumatanen Bond, sehingga baru pada masa Yamin lah, gagasan ini dapat diangkat kembali.
[9] Bambang Sularto, 2012, wage rudolf supratman, jakarta: kemendikbud, hlm. 147
[10] Ibid

Related

Materi Diskusi 4368266056215985328

Posting Komentar

emo-but-icon

WELCOME

NEWS

Kurikulum Sekolah Muhammad Yamin

Hot in week

Arsip

Kuliah Progresif

Alamat

item