Jamin (nama kecil Muhammad
Yamin). Anak manusia yang lahir jauh sebelum negeri ini merdeka, tepatnya pada
tanggal 23 Agustus, 113 tahun yang lalu, suara tangisan anak manusia terdengar
memecah keheningan malam.
Ya... keheningan malam itu
seakan terpecahkan dengan suara tangisan bayi, ketika hampir semua orang sudah
terlelap dalam peraduan, tak tanggung-tanggung suara tangisan itu juga
menandakan waktu pergantian hari yaitu jam 24.00.
Sawah lunto, sumatra barat
menjadi tempat dimana Jamin dilahirkan, dari rahim seorang ibu yang bernama
siti sa’adah, dan ayah yang bernama Usman. Ayah Yamin bekerja sebagai seorang
mantri kopi (koffiepakhuismeesteer), adapun mantri kopi
bertugas sebagai inspektur mutu sekaligus sebagai pengawas
gudang-guang Kopi.
Sebagai seorang ulama, Usman
melakukan syiar agama ‘bermubaligh’
hingga kepelosok, tentu hal ini berpengaruh terhadap masa kecil Yamin, ketika
teman-teman Jamin menikmati masa kecil dengan pelukan kasih dari kedua orang
tuanya, hal yang berbeda justru dirasakan oleh Jamin. Dari kecil dia diasuh
oleh kakaknya yang bernama Muhammad Yaman.
Perubahan nama dari Jamin
menjadi Yamin bukan tanpa alasan, perubahan tersebut berawal ketika Yamin
selesai menempuh pendidikan di Rechtshogeschool,
perubahan nama tersebut dengan alasan agar bercorak internasional. Meski demikian Yamin sendiri
mengawali pendidikan di sekolah melayu dan sekolah Bumi Putera Angka II. Disatu
sisi ada sekolah lain yang juga ada di Sumatera yaitu Sekolah Dasar Angka I,
yang dalam perjalanan waktu sekolah tersebut dirubah menjadi HIS.
Bagi Yamin hal tersebut
merupakan suatu ketertarikan tersendiri, dengan digantinya Sekolah Dasar Angka
I menjadi HIS, maka hal tersebut menjadi dorongan bagi Yamin untuk pindah
sekolah yag sebelumnya di Bumi Putera II pindah ke HIS. Dalam menempuh
pendidikan, perjalanan Yamin tidaklah berjalan mulus sebagaimana
siswa-siswalainya, ketika dia sekolah di Hollandshe
School
atau disingkat dengan HIS, Yamin membutuhkan waktu 9 tahun, padahal umumnya
untuk bisa menamatkan sekolah tersebut hanya dibutuhkan waktu 6-7 tahun.
Setelah menyelesaikan
pendidikan di HIS, Yamin memulai pengembaraan di Jawa, dia memilih melanjutkan
ke Sekolah Dokter Hewan di Bogor, namun pilihanya itu tak bertahan lama. Yamin
kurang tertarik dengan permasalahan hewan dan penyakitnya, karena itulah Yamin
memilih untuk pindah ke sekolah pertanian (landbouwschool)
yang juga di Bogor. Meski Yamin memiliki ketertarikan yang kuat terhadap
sastra, bahasa dan politik, namun disekolah pertanian ini Yamin tetap
menyelesaikan pendidikan menengahnya hingga Tamat.
Ketertarikan Yamin terhadap
bahasan dan sastra mendorong Yamin untuk melanjutkan sekolah ke Surakarta
tepatnya di Algemmene Aiddelbare School
(AMS) Bagian A1 dengan jurusan Oostersch
Letterkundige (Sastra Timur). Disekolah ini Yamin menamatkan pendidikanya
tepatnya pada tahun 1927, hal yang sukup riskan kala itu yaitu usia Yamin yang
sudah mencapai 24 tahun, pada jaman itu,
dengan usia 24 tahun sudah dianggap cukup tua
karena rata-rata orang yang menamatkan pendidikan di AMS berusia 19-21
tahun.
Pengembaraan Yami di Jawa
tidak berhenti disitu, setelah selesai menamatkan didikanya di AMS, Yamin
menamatkan pendidikanya di Jakarta yaitu
di Sekolah Tinggi Hukum (Rechts hooge
school), Yain adalah angkatan ke-3 dari RHS Jakarta, karena pada tahun 1924
RHS Jakarta baru dibuka. Dengan dibukanya Rechts
hooge school di Jakarta, hal ini
merupakan trobosan baru, dimana pada generasi sebelumnya, untuk bisa sekolah
Hukum, maka harus pergi ke Belanda (Leiden).
Disekolah ini Yamin mempu
menyelesaikna studinya selama 5 tahun, tepatnya pada tahun 1932 Yamin lulus dan
mendapatkan gelar “Meester in de Rechten”,
Yamin muda dikenal sebagai seorang yang individualis dan nasional patriot,
atas dasar itulah pada saat itu jarag ada partai politik yang mau menerima
Yamin sebagai anggotanya.
Langkah
Yamin Dalam Organisasi
Pada abad ke-20, kondisi geo
politik Hindia Belanda mulai memiliki berubahan, saat itu semangat kebangsaan
sudah mulai muncul, dengan berdirinya Jong
(perkumpulan). Langkah Yamin dalam dunia organisasi diawali dari
keikutsertaanya di dalam Jong Sumatanen
Bond.
Di organisasi inilah Yamin memulai gerakanya sebaga seorang aktivis. Pada 1923 Jong Sumatanen Bond mwngadakan lustrum
yang pertama, pada momen itulah Yamin mendapat kesempatan untuk berpidato dan
mengemukakan gagasanya yang berjudul “De
Maleische Taal In Het Verleden En Ini De Toekomst” (Bahasa Melayu dimasa
lampau, sekarang dan masa datang). Apa yang dilakukan oleh Yamin, ini merupakan
suatu gerakan mendobrak keheningan pemikiran kaa itu, bahkan pidato Yamin ini
dianggap sebagai salah satu pidato revolusioner di kalangan Jong Sumatanen Bond, karena dalam pidato
ini timbul suatu gagasan tentang rencana kelahiran bahasa kebangsaan.
Selain itu, Yamin juga
menyokong suatu gagasan mendirikan majalah kebudayaan yang diberi nama “Malaya”
guna merebut hati penduduk pelayu di Jazirah Malaka. Gerakan kedaerahan
menjadi suatu gerakan baru menuju gerakan nasional, tidak hanya pemuda sumatera
saja yang mebuat gerakan kedaerahan, di belahan nusantara lain juga ada Jong
Java, Jong Bataksbond, Jong Islamieten bond, serta gerakan-gerakan kedaerahan
yang lain.
Seiring dengan berjalanya
waktu, gerakan kedaerahan ini pada akhirnya menjadi embrio dari gerakan
nasionalisme di Hindia Belanda. Tahun 1926 menjadi titik awal lahirnya
persatuan antar pemuda di Hindia Belanda, tepatnya pada 30 April – 2 Mei 1926
berlangsung sebuah pertemuan pemuda terbesar di Hindia Belanda yang kemudian
dikenal dengan Kongres Pemuda pertama di Hindia Belanda dengan hasil yang cukup
menggembirakan yaitu ditetapkanya bahasa persatuan yaitu bahasa melayu.
Berselang satu tahun dari itu tepatnya tanggal 20 Februari 1927 , dilakukanlah
pertemuan Pemuda untuk yang kedua kalinya, pertemuan ini membahas tentang fusi,
organisasi kepemudaan daerah yang ada. Namun karena proses fusing yang terkesan
sangat lama dan berlarut-larut akhirnya pemuda –pemuda Bandung mendirikan
perkumpulan Jong Indonesia tahun 1927.
Dengan berdirinya Jong
Indonesia itu, menjadi kiblat baru bagi pemuda-pemuda daerah lain, sehingga
Jong Java serta organisasi lain juga menghendaki adanya fusi tersebut. 27-28
Oktober 1928 menjadi hari paling bersejarah dalam hidup Yamin, dalam acara
Kerapatan Besar Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) di Jakarta, Yamin
menyampaikan pidatonya yang berjudul “Dari Hal Persatoean dan Kebangsaan
Indonesia”. Dengan sangat optimis dan gaya orasi Yamin cukup memikat hadirin
sekalian.
Hasi dari rapat besar tersebut,
Yamin memberikan konsep perumusan resolusi yang dia namakan sebagai “Ikrar
Pemuda” dan dia serahkan kepada Sugondo Joyopuspito pada hari senin 28 Oktober
1928 yang berbunyi:
Pertama : Kami
Poetra dan Poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah
Indonesia.
Kedua : Kami
Poetra dan Poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami
Poetra dan Poetri Indonesia menjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Konsep pemiki pada resolusi
tersebut menurut Yamin lebih elegant,
yang lebih menariknya lagi adalah Sugondo Joyopuspito sangat yakin dengan apa
yang disampaikan oleh Yamin tersebut dan membubuhkan parafnya dan menuliskan
kata setuju dibagian bawah kertas. Sungguh hal yang sangat
unik dan luar biasa.
oleh
Muhammad Hazan Muaziz