Muhammad Yamin, Perumus Ikrar Pemuda (Biografi Singkat)
https://pustokum.blogspot.com/2016/08/muhammad-yamin-perumus-ikrar-pemuda.html
Jamin (nama kecil Muhammad
Yamin). Anak manusia yang lahir jauh sebelum negeri ini merdeka, tepatnya pada
tanggal 23 Agustus, 113 tahun yang lalu, suara tangisan anak manusia terdengar
memecah keheningan malam.
Ya... keheningan malam itu
seakan terpecahkan dengan suara tangisan bayi, ketika hampir semua orang sudah
terlelap dalam peraduan, tak tanggung-tanggung suara tangisan itu juga
menandakan waktu pergantian hari yaitu jam 24.00.
Sawah lunto, sumatra barat
menjadi tempat dimana Jamin dilahirkan, dari rahim seorang ibu yang bernama
siti sa’adah, dan ayah yang bernama Usman. Ayah Yamin bekerja sebagai seorang
mantri kopi (koffiepakhuismeesteer)[1], adapun mantri kopi
bertugas sebagai inspektur mutu[2] sekaligus sebagai pengawas
gudang-guang Kopi.[3]
Sebagai seorang ulama, Usman
melakukan syiar agama ‘bermubaligh’
hingga kepelosok, tentu hal ini berpengaruh terhadap masa kecil Yamin, ketika
teman-teman Jamin menikmati masa kecil dengan pelukan kasih dari kedua orang
tuanya, hal yang berbeda justru dirasakan oleh Jamin. Dari kecil dia diasuh
oleh kakaknya yang bernama Muhammad Yaman.
Perubahan nama dari Jamin
menjadi Yamin bukan tanpa alasan, perubahan tersebut berawal ketika Yamin
selesai menempuh pendidikan di Rechtshogeschool,
perubahan nama tersebut dengan alasan agar bercorak internasional.[4] Meski demikian Yamin sendiri
mengawali pendidikan di sekolah melayu dan sekolah Bumi Putera Angka II. Disatu
sisi ada sekolah lain yang juga ada di Sumatera yaitu Sekolah Dasar Angka I,
yang dalam perjalanan waktu sekolah tersebut dirubah menjadi HIS.
Bagi Yamin hal tersebut
merupakan suatu ketertarikan tersendiri, dengan digantinya Sekolah Dasar Angka
I menjadi HIS, maka hal tersebut menjadi dorongan bagi Yamin untuk pindah
sekolah yag sebelumnya di Bumi Putera II pindah ke HIS. Dalam menempuh
pendidikan, perjalanan Yamin tidaklah berjalan mulus sebagaimana
siswa-siswalainya, ketika dia sekolah di Hollandshe
School[5]
atau disingkat dengan HIS, Yamin membutuhkan waktu 9 tahun, padahal umumnya
untuk bisa menamatkan sekolah tersebut hanya dibutuhkan waktu 6-7 tahun.
Setelah menyelesaikan
pendidikan di HIS, Yamin memulai pengembaraan di Jawa, dia memilih melanjutkan
ke Sekolah Dokter Hewan di Bogor, namun pilihanya itu tak bertahan lama. Yamin
kurang tertarik dengan permasalahan hewan dan penyakitnya, karena itulah Yamin
memilih untuk pindah ke sekolah pertanian (landbouwschool)
yang juga di Bogor. Meski Yamin memiliki ketertarikan yang kuat terhadap
sastra, bahasa dan politik, namun disekolah pertanian ini Yamin tetap
menyelesaikan pendidikan menengahnya hingga Tamat.
Ketertarikan Yamin terhadap
bahasan dan sastra mendorong Yamin untuk melanjutkan sekolah ke Surakarta
tepatnya di Algemmene Aiddelbare School
(AMS) Bagian A1 dengan jurusan Oostersch
Letterkundige (Sastra Timur). Disekolah ini Yamin menamatkan pendidikanya
tepatnya pada tahun 1927, hal yang sukup riskan kala itu yaitu usia Yamin yang
sudah mencapai 24 tahun, pada jaman itu,
dengan usia 24 tahun sudah dianggap cukup tua
karena rata-rata orang yang menamatkan pendidikan di AMS berusia 19-21
tahun.
Pengembaraan Yami di Jawa
tidak berhenti disitu, setelah selesai menamatkan didikanya di AMS, Yamin
menamatkan pendidikanya di Jakarta yaitu
di Sekolah Tinggi Hukum (Rechts hooge
school), Yain adalah angkatan ke-3 dari RHS Jakarta, karena pada tahun 1924
RHS Jakarta baru dibuka. Dengan dibukanya Rechts
hooge school di Jakarta, hal ini
merupakan trobosan baru, dimana pada generasi sebelumnya, untuk bisa sekolah
Hukum, maka harus pergi ke Belanda (Leiden).
Disekolah ini Yamin mempu
menyelesaikna studinya selama 5 tahun, tepatnya pada tahun 1932 Yamin lulus dan
mendapatkan gelar “Meester in de Rechten”,
Yamin muda dikenal sebagai seorang yang individualis dan nasional patriot,
atas dasar itulah pada saat itu jarag ada partai politik yang mau menerima
Yamin sebagai anggotanya.[6]
Langkah
Yamin Dalam Organisasi
Pada abad ke-20, kondisi geo
politik Hindia Belanda mulai memiliki berubahan, saat itu semangat kebangsaan
sudah mulai muncul, dengan berdirinya Jong
(perkumpulan). Langkah Yamin dalam dunia organisasi diawali dari
keikutsertaanya di dalam Jong Sumatanen
Bond[7].
Di organisasi inilah Yamin memulai gerakanya sebaga seorang aktivis. Pada 1923 Jong Sumatanen Bond mwngadakan lustrum
yang pertama, pada momen itulah Yamin mendapat kesempatan untuk berpidato dan
mengemukakan gagasanya yang berjudul “De
Maleische Taal In Het Verleden En Ini De Toekomst” (Bahasa Melayu dimasa
lampau, sekarang dan masa datang). Apa yang dilakukan oleh Yamin, ini merupakan
suatu gerakan mendobrak keheningan pemikiran kaa itu, bahkan pidato Yamin ini
dianggap sebagai salah satu pidato revolusioner di kalangan Jong Sumatanen Bond, karena dalam pidato
ini timbul suatu gagasan tentang rencana kelahiran bahasa kebangsaan.
Selain itu, Yamin juga
menyokong suatu gagasan mendirikan majalah kebudayaan yang diberi nama “Malaya”
guna merebut hati penduduk pelayu di Jazirah Malaka[8]. Gerakan kedaerahan
menjadi suatu gerakan baru menuju gerakan nasional, tidak hanya pemuda sumatera
saja yang mebuat gerakan kedaerahan, di belahan nusantara lain juga ada Jong
Java, Jong Bataksbond, Jong Islamieten bond, serta gerakan-gerakan kedaerahan
yang lain.
Seiring dengan berjalanya
waktu, gerakan kedaerahan ini pada akhirnya menjadi embrio dari gerakan
nasionalisme di Hindia Belanda. Tahun 1926 menjadi titik awal lahirnya
persatuan antar pemuda di Hindia Belanda, tepatnya pada 30 April – 2 Mei 1926
berlangsung sebuah pertemuan pemuda terbesar di Hindia Belanda yang kemudian
dikenal dengan Kongres Pemuda pertama di Hindia Belanda dengan hasil yang cukup
menggembirakan yaitu ditetapkanya bahasa persatuan yaitu bahasa melayu.
Berselang satu tahun dari itu tepatnya tanggal 20 Februari 1927 , dilakukanlah
pertemuan Pemuda untuk yang kedua kalinya, pertemuan ini membahas tentang fusi,
organisasi kepemudaan daerah yang ada. Namun karena proses fusing yang terkesan
sangat lama dan berlarut-larut akhirnya pemuda –pemuda Bandung mendirikan
perkumpulan Jong Indonesia tahun 1927.
Dengan berdirinya Jong
Indonesia itu, menjadi kiblat baru bagi pemuda-pemuda daerah lain, sehingga
Jong Java serta organisasi lain juga menghendaki adanya fusi tersebut. 27-28
Oktober 1928 menjadi hari paling bersejarah dalam hidup Yamin, dalam acara
Kerapatan Besar Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) di Jakarta, Yamin
menyampaikan pidatonya yang berjudul “Dari Hal Persatoean dan Kebangsaan
Indonesia”. Dengan sangat optimis dan gaya orasi Yamin cukup memikat hadirin
sekalian.
Hasi dari rapat besar tersebut,
Yamin memberikan konsep perumusan resolusi yang dia namakan sebagai “Ikrar
Pemuda” dan dia serahkan kepada Sugondo Joyopuspito pada hari senin 28 Oktober
1928 yang berbunyi:
Pertama : Kami
Poetra dan Poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah
Indonesia.
Kedua : Kami
Poetra dan Poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami
Poetra dan Poetri Indonesia menjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.[9]
Konsep pemiki pada resolusi
tersebut menurut Yamin lebih elegant,
yang lebih menariknya lagi adalah Sugondo Joyopuspito sangat yakin dengan apa
yang disampaikan oleh Yamin tersebut dan membubuhkan parafnya dan menuliskan
kata setuju dibagian bawah kertas.[10] Sungguh hal yang sangat
unik dan luar biasa.
oleh
Muhammad Hazan Muaziz
oleh
Muhammad Hazan Muaziz
[1] Jabatan sebagai seorang
mantri kopi kala itu bukanlah jabatan yang rendahan, meskipun tidak begitu
tinggi juga. Jika kita sedikit mengulas tentang bagaimana sumatra barat menjadi salah stau sentra penghasil kopi pada
masa kolonial Belanda, maka tidak akan lepas pula terkait dengan monopoli yang
dilakukan oleh pemerintah Belanda terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
mengenai hasil perkebunan kopi. Kala itu orang-orang Belanda dan eropa lah yang
bisa menjalankan bisnis didunia kopi, entah itu pemasaran atau bahkan
pengangkutan. Berbicara tentang kopi di Sumatera Barat, maka tidak dapat
dilepaskan dengan salah satu tokoh pribumi yang menjadi orang pertama dalam
memegang monopoli pengangkutan kopi. Dengan kemampuanya tersebut dia dapat
memasukan siapapun (terutama anggota keluarganya) untuk ikut serta menjadi
salah satu bagian dari proses panjang distribusi kopi dari tanah jajahan di
Sumatera Barat hingga ke Belanda. Baca: Azizah Etek, 2007, koto gadang masa
kolonial, yogyakarta: LKIS, hlm. 144.
[2] Jika saat ini lebih
dikenal dengan quality control pada perusahaan-perusahaan. Profesi inilah yang
sebenarnya cukup berpengaruh terhadap keluarga Yamin, dimana pegawai-pegawai
inilah yang nantinya akan muncul menjadi orang-orang terhormat dengan gelar
yang relatif baru (sekitar tahun 1840) meski dengan kekuasaan yang relatif
masih terbatas. Beberapa dari mereka ada
yang mengirimkan anak-anak mereka untuk melanjutkan sekolah dan diperkenalkan
dengan orang-orang Belanda melalui jaringan yang dibentuk dari profesi sebagai
mantri kopi. Baca: Tsuyoshi Kato, adat minangkabau dan merantau dalam
perspektif sejarah, Jakarta: Balai Pustaka, hlm. 100
[3] Restu Gunawan, 2005,
muhamad yamin dan cita-cita persatuan indonesia, yogyakarta: ombak, hlm. 8
[4] Tjiptoning, dalam ibid
[5]
Dalam pendidikan yang ada di Hindia Belanda pada awal abad ke-20, corak
pendidikan lebih condong menggunakan sistim budaya belanda, dengan adanya
sekolah-sekolah yang berjenjang, sebenarnya hal ini telah ada sejak abad ke-19,
tahapan-tahapan dalam sekolah tersebut
pada sekolah dasar disebut dengan “Europeesch
Lagre School (ELS) dengan lama masa pendidikan yaitu 7 tahun. Untuk tahapan
sekolah menengah bernama (Hollandsch
Burger School (HBS) dengan lama pendidikan yaitu 5 tahun, selain itu HBS
merupakan salah satu sekolah dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.
Tidak hanya berhenti disitu, pemerintah kolonial kala itu juga membentuk
sekolah dengan bahasa belanda sebagai bahasa pengantar dengan siswanya yaitu
orang-orang pribumi, sekolah-sekolah tersebut yaitu “Hollandsch Inlandche School (HIS) lama pendidikanya yaitu 6 tahun.
HIS ini merupakan sekolah dasar, sedangkan untuk jenjang yang lebih tinggi
yaitu jenjang menengah Pemerintah Belanda membagi menjadi dua yaitu “meer
uitgebreid lager onderwijs (MULO) dengan lama pendidikanya yaitu 3 tahun, dan
dilanjutkan dengan “Algemeen Middelbare
School (AMS) dengan lama pendidikan yaitu tiga tahun juga. Selain itu pada
bentuk yang kedua yaitu sekolah yang ditujukan bagi pendidika desa dengan
menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar yaitu “Tweede School” atau sering disebut dengan “Onko Loro”. Baca: Ki Supriyoko, 2005, Pendidikan Multikultural Dan Revitalisasi Hukum Adat Dalam Perspektif
Sejarah, jakarta: departemen kebudayaan dan pariwisata, hlm. 306
[6] Abd Kadir, dalam Op. Cit,
hlm. 13
[7] Jong Sumatanen Bond didirikan pada 9 Desember 1917 di Jakarta.
Pendiri Jong Sumatanen Bond adalah
para mahasiswa yang berada di Jakarta, tujuan didirikanya Jong Sumatanen Bond adalah untuk mempererat persaudaraan dan
kesatuan para pemuda yang berasal dari Suatera. Baca: M Junaedi, 2010, Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah
Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan, Jakarta: Mitra Aksara Panaitan, hlm. 114.
[8] Mardanas Safyan, 1985,
Prof, Dr, Bahder Djohan: karya dan pengambdianya, jakarta: Proyek IDSN, hlm.
45. gagasan tentang pembuatan majalah ini sebenarnya telah tegagasan oleh Dr.
Bahder Djohan dan Hatta pada tahun 1920, namun gagasan tersebut mendapat
tantangan dari golongan tua Jong Sumatanen
Bond, sehingga baru pada masa Yamin lah, gagasan ini dapat diangkat
kembali.
[9] Bambang Sularto, 2012,
wage rudolf supratman, jakarta: kemendikbud, hlm. 147
[10] Ibid